Jumat 25 Mar 2022 14:46 WIB

Usul Koruptor di Atas 100 Miliar Dihukum Mati Dinilai Hanya Akal-Akalan

Ketentuan hukuman mati untuk koruptor sudah jelas diatur dalam UU Tipikor.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Hukuman Mati/Ilustrasi
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman Mati/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mengkritisi usul hukuman mati atau seumur hidup jika melakukan korupsi di atas Rp 100 miliar. Menurutnya, usulan itu hanya akal-akalan saja guna menghindari hukuman yang sudah ada.

Azmi menerangkan, aturan ini sudah tercantum dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) beserta ketentuan serta syaratnya. Sehingga menurutnya, tidak perlu lagi membuat klausula baru bagi koruptor secara matematik berdasarkan jumlah uang, misal dengan usulan bila korupsi 100 miliar dituntut hukuman mati.

Baca Juga

"Ini tidak akan efektif, akal-akalan saja dan cenderung tidak berguna. Karenanya tidak boleh ada kompromi bagi pencolong uang negara apalagi termasuk bagi oknum pejabat yang mencuri uang haknya orang miskin," kata Azmi di Jakarta, Jumat (25/3/2022).

Azmi mendesak penegak hukum dan DPR konsisten terhadap UU Tipikor yang sudah ada. Azmi menjelaskan, ketentuan hukuman mati sudah diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. Disebutkan, kejahatan korupsi yang dilakukan pada saat bencana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana dengan hukuman mati.

"Jadi tidak perlu harus ditambahi syarat bila korupsi 100 miliar, penerapan hukuman mati ini sudah clear, payung hukumnya jelas ada," kata Azmi.

Azmi menekankan tak perlu ada kompromi bagi koruptor demi kepentingan nasional. Ia mendesak tak ada celah keringanan atau diskon hukuman pada koruptor. Ia menduga ruang keringanan akan membuat aparat hukum atau pejabat tergoda melakukan korupsi.

"Sehingga penegakan hukum menjadi lemah, cenderung tidak berkualitas lagi dan menghilangkan rasa tanggung jawab pemimpin serta berdampak terhadap masyarakat yang semakin tidak percaya pada kualitas penegakan hukum," ujar Azmi.

Selain itu, Azmi menyatakan perlu melakukan perubahan besar dalam pemidanaan koruptor bila Indonesia ingin bersih dari kejahatan rasuah. Salah satunya dengan upaya drastis dalam pemiskinan koruptor.

"Karena itu, sikat habis dan miskinkan koruptor. Sebab dampak korupsi ini berbahaya buat kepentingan nasional," kata Azmi.

Azmi menyayangkan hukuman mati yang termuat dalam UU Tipikor malah diabaikan dalam kasus korupsi bansos di masa covid-19. Padahal, jika dugaan tindak pidana korupsi itu dilakukan oleh pejabat negara maka pantas menjadi faktor pemberat.

"Karenanya ini sebagai tantangan sekaligus ketegasan bagi penegak hukum maupun bagi pemerintah masalahnya mau atau tidak, berani atau tidak untuk menerapkan hukuman mati dengan konsisten bagi koruptor, ini kata kuncinya," tutur Azmi.

Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mendorong tuntutan jaksa yang berat dalam menangani orang-orang yang terlibat kasus tindak pidana korupsi. Bahkan, ia mengusulkan agar koruptor di atas Rp 100 miliar dituntut hukuman mati.

"Mungkin nanti dikategorisasi saja, dibikin standar, di atas Rp 100 M, tuntutannya hukuman mati atau seumur hidup," ujar Habiburokhman dalam rapat dengar pendapat, Rabu (23/3/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement