REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra mengkritisi, pemecatan permanen dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurutnya, pemecatan Terawan menunjukkan adanya ego sektoral.
Azmi mengatakan, metode terapi DSA dokter Terawan telah teruji secara faktual pada pasiennya. Dokter Terawan pun dinilai memiliki kompetensi keilmuan. Dia menyayangkan IDI yang menggunakan pendekatan kewenangan yuridis dan sanksi organisasi pada anggotanya.
"Maka, di sinilah tidak ketemunya keduanya. Padahal, metode yang ditemukan dokter Terawan semestinya bisa menjadi aset intelektual bangsa. Karenanya, hal ini, perlu ditangani dan peran pemerintah dengan langkah cepat dan bijak," kata Azmi kepada wartawan, Ahad (27/3/2022).
Baca juga : DPR Minta Kepolisian Selidiki Kegaduhan Pemecatan Terawan
Azmi menilai, IDI tidak bijaksana melakukan pemberhentian. Sebab menurutnya, IDI mestinya dapat menghimpun segenap potensi dokter dari seluruh Indonesia, menjaga dan meningkatkan harkat dan martabat serta kehormatan profesi kedokteran, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, termasuk meningkatkan kesehatan rakyat Indonesia untuk menuju masyarakat sehat dan sejahtera.
"Ini fungsi IDI jangan lari dari tujuan organisasi, karena yang namanya ilmu pasti berkembang perlu kekuatan bersama dan kajian yang komprehensif guna menemukan formulasi yang baik bagi keberlangsungan kehidupan manusia," ujar Azmi.
Azmi mengingatkan, IDI sebagai organisasi profesi sifatnya terbuka, objektif, tidak boleh kaku dan berpihak. Dia meyakini, masalah ini karena ada perbedaaan pandangan personal komunikasi dengan organisasi.
"Atau ada dugaan 'rebutan lahan', karena dokter Terawan yang dianggap sebagai dokter radiologi, justru masuk ke bidang dokter spesialis lainnya. Ini kemungkinan pertama atau bisa jadi ada irisan faktor lain," ucap Azmi.
Baca juga : Terawan Punya Kesempatan Melawan Pemecatan
Azmi berharap, pemberhentian ini tak jadi preseden buruk bagi kalangan dokter dan dirasakan tidak adil bagi pasien yang telah merasakan kesembuhan atas terapi Terawan. Dia bahkan, khawatir generasi di masa depan menganggap pemberhentian Terawam sebagai dokter adalah kemunduran buat dunia keilmuwan.
"Jika dianggap dokter Terawan memang dokter yang memiliki multi kemampuan di bidangnya, seharusnya didorong untuk studi lanjut, difasilitasi labotoriumnya atau dibuat tim terpadu untuk melakukan penelitian di bidang yang ia temukan. Tentunya diberikan jaminan berupa royalti atas hak kekayaan intelektual temuannya tersebut, ini adalah solusi terbaik yang adil dan bijak untuk ditempuh, bukan langsung dilakukan pemecatan," tutur Azmi.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan surat keputusan pemecatan kepada mantan Menteri Kesehatan dr Terawan Agus Putranto. Status pemecatan dari keanggotaan IDI ini adalah permanen dengan demikian dr Terawan tidak lagi menjadi anggota IDI di masa yang akan datang.
Hal ini disampaikan Anggota IDI dr Pandu Riono dalam tuitnya di @drpriono1 dan konfirmasinya kepada wartawan. Dia menyebut kasus pelanggaran etika berat dr. Terawan cukup panjang. Hasil sidang MKEK Pusat IDI pada 8 Februari 2022 disampaikan pada Pengutus Besar IDI kelanjutan hasil MKEK dan Muktamar IDI tahun 2018.
Baca juga : Menkes Bantu Mediasi Terawan dan IDI