Rabu 30 Mar 2022 12:16 WIB

Biden Terhadap Janji Rusia: Kita Lihat Saja

AS tetap akan menjatuhkan sanksi kepada Rusia sebagai bentuk pembalasan atas perang.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
 Presiden Joe Biden berbicara tentang Presiden Rusia Vladimir Putin dan invasi Rusia ke Ukraina setelah mengumumkan anggaran yang diusulkan untuk tahun fiskal 2023 di Ruang Makan Negara Gedung Putih, Senin, 28 Maret 2022, di Washington.
Foto: AP/Patrick Semansky
Presiden Joe Biden berbicara tentang Presiden Rusia Vladimir Putin dan invasi Rusia ke Ukraina setelah mengumumkan anggaran yang diusulkan untuk tahun fiskal 2023 di Ruang Makan Negara Gedung Putih, Senin, 28 Maret 2022, di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Selasa (29/3/2022) waktu setempat bersikap menunggu dan memantau atas pernyataan Rusia yang akan mengurangi serangannya di dua kota Ukraina. Wakil Menteri Pertahanan Rusia mengeluarkan pernyataan untuk secara signifikan mengurangi gerakan militernya ke arah Kiev dan Chernihiv.

"Kita lihat saja. Saya tidak melihatnya sampai saya benar-benar melihat apa tindakan mereka. Kami akan melihat apakah mereka menindaklanjuti apa yang mereka sarankan," kata Biden seperti dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (30/3/2022).

Baca Juga

Biden berbicara di Gedung Putih bersama Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. "Mari kita lihat apa yang mereka tawarkan," lanjutnya

Untuk sementara, Biden mengatakan AS dan sekutunya akan terus menegakkan sanksi besar-besaran yang telah mereka jatuhkan pada Rusia. Ini adalah bentuk pembalasan atas perang Rusia terhadap Ukraina. AS juga akan mempertahankan bantuan militer berkelanjutan untuk memperkuat militer Ukraina.

Rusia mengatakan akan secara signifikan mengurangi kegiatan militernya ke arah Kiev dan Chernihiv untuk meningkatkan kepercayaan bagi negosiasi selanjutnya. Wakil menteri pertahanan Rusia Alexander Fomin mengatakan setelah pembicaraan damai di Istanbul, bahwa Moskow akan secara radikal mengurangi serangan militernya di kota-kota untuk menciptakan kondisi baik.

"Ini untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut, dan mencapai tujuan akhir untuk menyetujui dan menandatangani perjanjian damai," katanya.

Pengumuman itu tidak memenuhi gencatan senjata kemanusiaan nasional yang diserukan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin. Namun, Juru Runding Rusia di Istanbul, Vladimir Medinsky mengatakan pertemuan antara presiden Ukraina dan Rusia dapat diadakan ketika rancangan perjanjian damai siap dan disetujui.

Sementara itu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiyy meyakini bahwa ada beberapa sinyal positif dalam perundingan damai terbaru Ukraina-Rusia di Turki. "Ada beberapa sinyal positif dari putaran terakhir pembicaraan damai, meskipun sinyal itu tidak akan meredam ledakan peluru Rusia," kata Zelenskiy dalam pidato video hariannya kepada negara itu dikutip Bloomberg, Rabu.

Presiden Ukraina sekali lagi mengesampingkan kompromi apa pun atas kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina dalam negosiasi. Dia mengatakan masalah pelonggaran sanksi terhadap Rusia tidak dapat diangkat sebelum perang berakhir.

Perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 24 Februari, telah memicu kecaman internasional. Uni Eropa, AS, dan Inggris menerapkan hukuman ekonomi yang ketat di Moskow. Ratusan perusahaan global juga telah menangguhkan operasi di Rusia.

PBB memperkirakan setidaknya 1.179 warga sipil telah tewas di Ukraina dan 1.860 terluka. Menurut PBB mungkin bahwa angka sebenarnya jauh lebih tinggi. Sementara itu, PBB juga mencatat lebih dari 3,9 juta orang Ukraina telah melarikan diri ke beberapa negara Eropa, dan jutaan lainnya mengungsi di dalam negeri.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement