REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tudingan muatan politik yang dilontarkan Demokrat terkait pemeriksaan sejumlah kader partai berlogo mercy tersebut. KPK menegaskan, semua pemeriksaan yang dilakukan murni karena penegakan hukum.
"KPK dalam menangani setiap perkara korupsi tidak memandang latar belakang sosial politik pelakunya namun murni penegakan hukum semata," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Dia mengatakan, kepentingan hukum itu termasuk ketika tim penyidik melakukan pemanggilan terhadap para saksi terkait kasus dugaan korupsi yang dilakukan Abdul Gafur Mas'ud. Bupati Penajam Paser Utara nonaktif itu diketahui merupakan kader partai Demokrat.
"Tentu tidak ada tujuan lain melainkan karena kebutuhan proses penyidikan perkara dimaksud," kata Ali lagi.
Ali kembali menekankan, siapapun yang dipanggil sebagai saksi maka berkewajiban hadir memenuhi panggilan tersebut. Dia mengatakan, memenuhi panggilan penyidik merupakan bagian ketaatan terhadap proses hukum.
Tudingan pemeriksaan yang memiliki kepentingan politik itu keluar dari mulut Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani. Hal tersebut disampaikan berkaitan dengan pemanggilan Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief.
Dia sedianya diperiksa terkait dugaan korupsi yang dilakukan Abdul Gafur Mas'ud. Namun, bekas wakil sekretaris jendral partai Demokrat ini tidak hadir lantaran mengaku tidak menerima surat panggilan pemeriksaan oleh KPK.
KPK menangkap Bupati Penajam Paser Utara Gafur dkk dalam operasi tangkap tangan atau OTT KPK yang digelar Rabu (12/1/2022) lalu. KPK menyita uang Rp 1 miliar dari seorang pengusaha, Achmad Zuhdi dalam operasi senyap itu. Achmad merupakann pengusaha yang mendapatkan proyek jalan dengan nilai kontrak Rp 64 miliar.
Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara, Mulyadi; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara, Edi Hasmoro serta Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara, Jusman juga sebagai penerima suap. Sedangkan tersangka pemberi suap yakni pihak swasta Achmad Zuhdi alias Yudi.
Perkara bermula saat pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mengagendakan beberapa proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara pada 2021. Nilai kontrak dari kedua proyek itu mencapai sekitar Rp 112 miliar.
Rinciannya, proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-bukit subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar. Proyek lainnya yaitu pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Tersangka Abdul Gafur diduga juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Kabupaten Penajam Paser Utara dan perizinan Bleach Plant (pemecah batu) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara.
Dugaan korupsi yang dilakukan Bupati Abdul Gafur Mas'ud juga menyeret Bendahara Umum DPC Demokrat Balikpapan, Nur Afifah. KPK menduga Gafur menggunakan rekening perempuan berusia 24 tahun itu untuk menampung uang suap.
Nur Afifah juga diduga membantu Gafur mengelola uang tersebut. KPK mengaku akan menelusuri penggunaan uang hasil korupsi dimaksud, salah satunya dugaan uang itu dipakai untuk agenda partai. Hal tersebut menyusul tersangka Abdul Gafur tengah mengikuti pemilihan ketua DPD Demokrat Kalimantan Timur.