REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto mengatakan, TNI Angkatan Udara (AU) harus mengembangkan teknologi siber (cyber) dan ruang angkasa (space) dalam menghadapi perang generasi kelima pada matra udara. Menurutnya, dua hal ini menjadi komponen yang paling utama.
Andi menjelaskan, karakteristik perang generasi kelima tidak mengandalkan satu platform atau alat saja. Namun, perlu mengembangkan sistem integrasi lintas matra dan juga lintas domain.
"Meliputi cyber, berarti di dalamnya ada sistem artificial intelligence (AI), big data, block chain dan juga space," kata Andi di sela-sela Seminar Internasional Air Power yang digelar di Gedung Puri Ardhya Garini, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (30/3/2022).
Karena itu, kata dia, karakteristik pengembangan teknologi untuk perang generasi kelima tidak bisa dipilih. Ia menyebut, pengembangan teknologi harus dilakukan secara simultan atau berbarengan karena yang dikembangkan adalah sistem secara keseluruhan.
"Jadi kita tidak bisa memilih, misal hanya mengembangkan fighter saja, atau mengembangkan surveillance saja, atau mengembangkan cyber saja," jelas Andi.
Dia melanjutkan, banyak negara-negara utama yang saat ini angkatan bersenjatanya telah melampaui tiga matra. Bahkan, ia menuturkan, sekarang sudah banyak angkatan udara yang menjadikan siber dan ruang angkasa sebagai matra tersendiri, serta memiliki komandan.
"Jadi kayak Amerika Serikat, Cina, Rusia, bahkan Australia itu angkatan bersenjatanya sudah enam atau tujuh angkatan. Tidak lagi tiga konvensional seperti dulu misalnya di tahun 40-an atau 50-an," kata dia.
Menurut Andi, TNI pun akan mengarah pada hal serupa. Ia mengatakan, mungkin untuk matra siber sudah ada rintisannya di masing-masing angkatan TNI. Namun, memang belum mencakup domain ruang angkasa.
"Kita memang belum mulai merambah domain space, belum ke sana. Mungkin nanti akan kita mulai pada saat nanti Indonesia merencanakan menggelar satelit pertahanan, satelit militer dimulai dari sekarang," kata dia.
Selain itu, Andi menyampaikan, pengembangan teknologi lintas domain bukan hanya menggabungkan pesawat tempur dengan rudal saja. Tetapi juga dengan mekanisme pengawasan (surveillance).
"Kalau di Angkatan Udara itu pengembangan dari Air Defense Identification Zone dan System (ADIS), lalu bagaimana itu nanti dikombinasikan lintas domain dengan apa yang dikembangkan di matra lain," kata dia.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menekankan, untuk mewujudkan kekuatan udara nasional yang mampu menghadapi tantangan peperangan generasi kelima, dibutuhkan lebih dari sekadar akuisisi platform generasi terbaru. Ia menilai, TNI AU harus melaksanakan transformasi dengan melaksanakan investasi jangka panjang pada sektor teknologi dan intelektualitas SDM yang dimiliki.
Fadjar menjelaskan, karakter perang generasi kelima akan banyak bertumpu pada aksi atau ancaman non-kinetik. Hal ini dapat berupa disrupsi energi, sosial dan ekonomi, hingga disinformasi.
Selain itu, kata dia, peperangan masa depan tersebut akan turut menggunakan serangan siber atau cyber attack yang memanfaatkan teknologi terbaru, seperti AI, dan autonomous system. Bahkan, Fadjar melanjutkan, secara lebih dalam, elemen elemen-peperangan, seperti network centric thinking, combat cloud constructs, multi domain battle serta fusion warfare akan menjadi kapabilitas atau atribut baru dalam kompetisi keunggulan militer.
"Oleh karena itu, TNI AU harus menyikapi tantangan masa depan tersebut dengan membangun kekuatan udara yang mampu mendayagunakan integrasi data dan konektivitas," kata dia.