Kamis 31 Mar 2022 16:29 WIB

Rusia: Barat Bertanggung Jawab Atas Krisis Kemanusiaan Afghanistan

Barat perlu berperan dan mensponsori proses pemulihan Afganistan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
 Warga Afghanistan membawa perbekalan makanan saat pendistribusian bantuan kemanusiaan untuk keluarga yang membutuhkan, di Kabul, Afghanistan. Rusia menilai  negara-negara Barat bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan di Afghanistan saat ini.
Foto: AP/Hussein Malla
Warga Afghanistan membawa perbekalan makanan saat pendistribusian bantuan kemanusiaan untuk keluarga yang membutuhkan, di Kabul, Afghanistan. Rusia menilai negara-negara Barat bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan di Afghanistan saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, negara-negara Barat bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan di Afghanistan saat ini. Menurutnya, Barat pun perlu berperan dan mensponsori proses pemulihan negara tersebut.

“Setelah kehadiran militer NATO selama 20 tahun, disertai dengan eksperimen yang gagal dalam memaksakan cara dan nilai asing, kolektif Barat secara langsung bertanggung jawab atas situasi kemanusiaan dan keadaan ekonomi Afghanistan yang menyedihkan saat ini,” kata Lavrov setelah menghadiri konferensi untuk membahas krisis Afghanistan di Tunxi, China, Kamis (31/3/2022), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Baca Juga

Oleh sebab itu, Lavrov menyebut Barat tak bisa luput dari tanggung jawab untuk memulihkan keadaan di Afghanistan.  “Barat harus menanggung beban keuangan untuk mengatasi krisis dan menstabilkan situasi,” ujarnya.

Dia secara khusus menuding Amerika Serikat (AS) berusaha menolak semua tanggung jawab atas warga dan pengungsi Afghanistan. “Washington, seperti yang telah kita lihat berkali-kali, berusaha menghindari tanggung jawab atas masa depan warga dan pengungsi Afghanistan, termasuk mereka yang melayani Amerika dan yang sekarang terjebak di 'negara transit' dalam perjalanan ke AS. Sepertinya AS dapat meninggalkan orang-orang ini di kawasan ini untuk selamanya,” ucap Lavrov.

Lavron pun mengecam pemerintahan Presiden AS Joe Biden yang membekukan aset senilai 7 miliar dolar milik Bank Sentral Afghanistan pasca Taliban berkuasa. “Terutama sinis adalah perintah eksekutif Biden untuk memblokir setengah dari simpanan Bank Sentral Afghanistan dengan dalih perlunya membayar kompensasi di bawah tuntutan hukum keluarga korban serangan teror 11 September 2001. Rakyat Afghanistan tidak ada hubungannya dengan organisasi kejahatan ini," ujarnya.

Menurut dia, tindakan AS secara serius membatasi kemungkinan pemerintahan Taliban untuk menormalkan situasi dan mengurangi potensi kontra-teroris tentara Afghanistan serta penegak hukum. “Ketulusan niat Amerika untuk membantu menstabilkan situasi di Afghanistan dipertanyakan,” kata Lavrov.

Selain China dan Rusia, pertemuan di Tunxi turut dihadiri delegasi tinggi diplomat dari Pakistan, Iran, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Pertemuan pertama diplomat tinggi dari negara-negara tetangga Afghanistan digelar di Moskow pada 21 Oktober 2021. Pertemuan selanjutnya dihelat di Teheran pada 27 Oktober 2021. China menjadi tuan rumah pembicaraan putaran ketiga.

Menurut PBB, saat ini lebih dari separuh populasi Afghanistan, yakni sekitar 24 juta warga, menghadapi kekurangan makanan parah. Sekitar 1 juta balita berpotensi meninggal akibat kelaparan akhir tahun ini. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyerukan komunitas internasional untuk mempertahankan bantuannya untuk Afghanistan. Dia pun meminta aset milik Afghanistan yang dibekukan segera dicairkan. Guterres menekankan, hal itu perlu dilakukan agar krisis kemanusiaan di negara tersebut tak semakin jauh memburuk.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement