REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindakan pengamanan dilakukan aparat kepolisian sepanjang sidang vonis kasus dugaan tindak pidana terorisme dengan terdakwa Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada Rabu (6/3). Area masuk menuju PN Jaktim dipagari dengan kawat berduri.
Dalam pantauan Republika, ratusan aparat menjaga area PN Jaktim dan sekitarnya. Pengamanan pun didukung dengan satu unit mobil milik Korps Brimob yang terpakir di sekitar PN Jaktim. Total, personel aparat gabungan dari TNI-Polri yang diterjunkan sebanyak 600 orang.
"Kami melaksanakan pengamanan dengan kekuatan 600 pasukan gabungan, baik dari Polda Metro Jaya, Brimob, Polres Metro Jakarta Timur, Satpol PP dan juga bantuan dari rekan TNI," kata Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Budi Sartono saat memantau jalannya pengamanan di PN Jaktim.
Budi mengatakan, kepolisian turut menerjunkan beberapa kendaraan taktis guna mengamankan jalannya sidang pada hari ini. Salah satunya mobil water canon yang disiagakan guna menghalau massa.
"Kami ada kendaraan taktis mulai dari security barier ada, terus juga water canon ada kita siapkan satu water canon, sama kendaraan taktis juga ada," ujar Budi.
JPU diketahui menuntut Munarman hukuman delapan tahun penjara terkait kasus dugaan tindak pidana terorisme. JPU menilai, Munarman terbukti telah melakukan pemufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan aksi terorisme.
Munarman dinilai melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas Undang-undang 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Munarman dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dan terdakwa tetap berada dalam tahanan," kata JPU dalam sidang pada Senin (14/3).
Dalam sidang dengan agenda duplik, Munarman menyatakan tak menggunakan kekerasan, apalagi terorisme dalam mencapai tujuan. Munarman tak sepakat dengan penggunaan kekerasan walau dengan dalih apapun. Menurutnya, dalih yang digunakan pelaku teror tak bisa dibenarkan.
"Dalam masalah kekerasan dan rangkaian pemboman di Indonesia, sudah saya ungkap bukti-bukti di persidangan bahwa FPI dan saya menolak cara-cara kekerasan. Apalagi penggunaan terorisme atau pengeboman sebagai sarana perjuangan," kata Munarman dalam sidang pada Jumat (25/3).