Jumat 15 Apr 2022 19:30 WIB

Meski Berbeda, Aktivitas Fisik Bisa Jadi Olahraga

Aktivitas fisik bisa disebut sebagai olahraga asalkan memenuhi syarat.

Rep: Rr Laeny Sulistyowati/ Red: Muhammad Hafil
 Meski Berbeda, Aktivitas Fisik Bisa Jadi Olahraga. Foto:  Olahraga (ilustrasi)
Foto: picpedia.org
Meski Berbeda, Aktivitas Fisik Bisa Jadi Olahraga. Foto: Olahraga (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Seringkali aktivitas fisik disebut sebagai olahraga, padahal dua kegiatan ini berbeda. Kendati demikian, aktivitas fisik bisa disebut sebagai olahraga asalkan memenuhi syarat, salah satunya terencana.

"Apa perbedaan aktivitas fisik dan olahraga? kalau aktivitas fisik itu bergerak, misalnya menulis. Tetapi kalau olahraga ada rumusnya yaitu terstruktur, terencana, dan ada tujuannya untuk mempertahankan atau meningkatkan kebugaran fisik kemudian tubuh semakin kuat," ujar Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Lilik Herawati saat berbicara di konferensi virtual, Jumat (15/4/2022).

Baca Juga

Terkait kemungkinan aktivitas fisik menjadi olahraga, Lilik mengakui, sebenarnya itu bisa terjadi asalkan terencana dan terstruktur. Misalnya menyapu yang tujuannya tidak sekadar membersihkan halaman melainkan ada gerakan yang terencana dan durasinya berapa kali sepekan maka ini bisa disebut olahraga. Artinya ada rencana dan ada pengulangan, tak bisa sembarangan. Seba, ia khawatir kalau gerakannya sembarangan maka bisa cedera. Oleh karena itu, Lilik meminta aktivitas fisik seperti ini harus tetap dimonitor. 

"Aktivitas fisik yang paling mudah dikonversikan ke olahraga adalah jalan kaki, jadi tak menggunakan kendaraan bermotor. Atau bisa naik tangga, jangan gunakan eskalator atau lift," katanya.

Kendati demikian, ia mengingatkan ada rambu-rambu ketika melakukan aktivitas fisik atau olahraga saat bulan ramadhan. Sebab, ramadhan membuat umat Islam puasa tak makan dan tak minum sekitar 14 jam. Bagi yang sebelumnya sudah rutin olahraga, Lilik menyebutkan berolahraga bisa tetap dilakukan tetapi selama ramadhan fokus pada mempertahankan yang sudah dicapai. Jangan terlalu berniat untuk meningkatkan levelnya. 

"Saat ramadhan boleh melakukan aktivitas fisik tetapi frekuensinya dikurangi. Misalnya biasanya sepekan lima kali kemudian dikurangi dalam sepekan jadi tiga kali," ujarnya.

Terkait waktu yang pas untuk berolahraga, Lilik mengatakan kembali kepada yang bersangkutan. Namun, ia mengimbau aktivitas fisik atau olahraga setelah makan sahur tidak boleh dilakukan. Karena makanan yang ada di dalam perut mengganggu saat berolahraga. Selain itu, olahraga juga jangan dilakukan menjelang buka puasa, apalagi kalau tengah lemas. 

"Intinya kalau akan melakukan aktivitas fisik harus melihat kondisi diri sendiri, apakah merasa enak atau lemas karena dehidrasi. Kalau seperti ini kondisinya maka jangan dipaksa olahraga," katanya.

Lilik khawatir kalau dehidrasi namun tetap dipaksa berolahraga maka konsentrasi bisa menurun. Kemudian, dikhawatirkan terjadi cedera, bahkan pingsan.  Jadi, ia mewanti-wanti olahraga jangan dipaksa kalau sedang tak fit karena tujuan olahraga adalah meningkatkan kebugaran, bukan malah menurunkannya. Lebih lanjut, Lilik mengibaratkan olahraga seperti obat. Kalau dilaksanakan dengan dosis atau intensitas yang pas maka akan mendapatkan hasil yang bagus. 

"Tetapi kalau dosisnya tidak pas justru malah membahayakan," ujarnya. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement