REPUBLIKA.CO.ID., ANKARA -- Di tengah isu pembantaian warga sipil di Ukraina yang mempengaruhi suasana positif perundingan damai, harapan untuk negosiasi antara Kiev dan Moskow masih tetap hidup di kedua belah pihak, kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu baru-baru ini.
"Terlepas dari semua kesulitan, (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelenskyy mengatakan; 'Kami akan melanjutkan negosiasi,' bersama dengan pernyataan serupa kemudian dari pihak Rusia, telah meningkatkan harapan kami untuk negosiasi," kata Cavusoglu dalam sebuah wawancara TV di televisi lokal NTV.
Membahas soal perang Rusia-Ukraina, pembatasan pada industri pertahanan Turki, normalisasi hubungan dengan Armenia, dan hubungan dengan negara-negara Arab, Cavusoglu menggarisbawahi bahwa pernyataan berlawanan pejabat Turki dengan kedua pihak yang bertikai tidak mencerminkan "atmosfer negatif" di media.
"Untuk itu, kami tidak terlalu pesimis dan juga tidak sepenuhnya optimis. Kami realistis, optimisme yang penuh hati-hati kami terus berlanjut, tetapi kami harus terus bekerja," kata dia.
Menekankan perlunya gencatan senjata sesegera mungkin, Cavusoglu mengatakan gencatan senjata akan menjadi jauh lebih sulit untuk diamankan saat perang berakhir. Turki akan mempertahankan kebijakan luar negerinya yang seimbang dan berprinsip terhadap Rusia, tambah dia.
"Semua orang mengerti bahwa tidak realistis bagi kami untuk mengambil bagian dalam sanksi (Rusia) ini sambil bertindak sebagai mediator antara kedua belah pihak."
Pembatasan pada industri pertahanan Turki
Cavusoglu mencatat bahwa meski Turki adalah salah satu kontributor utama kegiatan NATO, beberapa sekutu telah memberlakukan pembatasan industri pertahanan negara itu setelah operasi Ankara melawan YPG, cabang kelompok teror PKK di Suriah.
"Sekarang, kita melihat bahwa ini perlahan berubah," kata menlu, mengungkapkan bahwa Inggris, misalnya, telah mencabut 85 persen dari pembatasannya terhadap Turki, dan pembicaraan masih sedang berlangsung untuk 15 persen sisanya.
"Kami mengadakan pertemuan dengan menteri luar negeri Kanada. Kami ingin menyelesaikan masalah ini saling bertukar surat."
Cavusoglu menambahkan bahwa sementara Turki telah mampu mengekspor helikopter ATAK militernya ke Filipina karena AS, yang memasok mesin helikopter, memberikan persetujuannya, Washington telah memblokir penjualan serupa ke Pakistan. Ankara berharap untuk menyelesaikan masalah ini juga.
Mengenai mekanisme strategis yang akan dibentuk dengan AS untuk meningkatkan hubungan, Cavusoglu mengatakan dia akan berbicara dengan sejawatnnya dari Amerika Antony Blinken pada 18 Mei dan mekanisme tersebut harus berorientasi pada solusi.
Soal isu Mediterania Timur yang kaya hidrokarbon, Cavusoglu mengatakan wilayah ini menjadi lebih signifikan setelah meletusnya perang Rusia-Ukraina, dengan pertanyaan yang muncul tentang keamanan dan ketergantungan energi UE.
Meski beberapa kelompok negara telah berusaha untuk mengisolasi Ankara, perkembangan terakhir telah membuktikan upaya ini tidak membuahkan hasil, kata dia, dengan menegaskan bahwa cadangan energi yang kaya dari Israel dapat diangkut ke Eropa melalui Turki sebagai rute paling ekonomis.
“Langkah-langkah dapat diambil untuk berbagi secara adil, semua orang bisa menang,” ujar dia.
Hubungan dengan Mesir dan Arab Saudi
Sementara Turki dan Mesir tidak harus saling berhadapan dalam setiap masalah, hubungan positif mereka memiliki dampak di berbagai wilayah, baik itu Mediterania Timur, dunia Muslim, negara-negara Arab, Afrika, atau Timur Tengah.
Kedua belah pihak bersedia untuk menormalkan hubungan dan pembicaraan akan berlanjut, kata Cavusoglu. Negara lain di kawasan yang akan melakukan normalisasi hubungan dengan Turki adalah Arab Saudi, tambah menlu, mencatat bahwa pertemuan tingkat tinggi kemungkinan akan terjadi di masa depan.
Normalisasi hubungan dengan Armenia
Di wilayah Kaukasus Selatan, Cavusoglu menggarisbawahi bahwa Turki menghargai pembicaraan yang sedang berlangsung antara Azerbaijan dan Armenia, yang pernah berperang satu sama lain pada 2020.
Negara-negara di Kaukasus Selatan harus menormalkan hubungan karena ini akan menguntungkan seluruh kawasan, kata dia, seraya mencatat bahwa Wina akan menjadi tuan rumah pembicaraan antara perwakilan khusus Turki dan Armenia dalam pertemuan ketiga sejak kedua negara meluncurkan upaya untuk menormalkan hubungan mereka yang tegang.
Namun, upaya ini mendapat tentangan dari diaspora Armenia, terutama di Prancis dan AS, tambah Cavusoglu.
Namun, Menlu Turki mempertanyakan perlunya mengadakan pertemuan di negara ketiga, mencatat bahwa Turki ingin putaran pertama pembicaraan dilakukan di ibu kota Armenia, Yerevan.