REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON--Memasuki H-9 Lebaran, pemudik bersepeda motor mulai terlihat di jalur pantura. Namun, sebagian besar dari mereka masih menyalahi aturan mengenai jumlah penumpang maupun muatan barang.
Berdasarkan pantauan Republika, Rabu (1/9), kondisi itu terlihat di jalur utama pantura, tepatnya di depan Pasar Gebang, Kabupaten Cirebon. Para pemudik bahkan memasang palang kayu di belakang jok motor untuk membawa tas bawaan mereka. Sebagian barang bawaan mereka juga melebar ke samping akibat banyaknya barang yang dibawa.
Tak hanya itu, ada juga pemudik bermotor yang membawa anak kecil. Jika anaknya satu, maka anak tersebut didudukkan di tengah di antara kedua orang tuanya. Namun jika ada dua anak kecil, maka salah satu anak didudukkan di depan pengemudi. Kondisi itu cukup berbahaya terutama jika motor mengerem secara mendadak.
Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan imbauan agar pemudik bermotor tidak membawa penumpang lebih dari satu orang. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga keselamatan penumpang.
Namun, imbauan pemerintah itu menjadi dilema tersendiri bagi pemudik yang memiliki anak kecil. Pasalnya, sang anak tidak mungkin ditinggalkan di rumah. Selain itu, jika anak dibonceng di motor sedangkan ibunya menggunakan angkutan umum, maka hal itu akan berbahaya karena tidak ada yang menjaganya saat dibonceng oleh ayahnya.
''Kalau kami mudik menggunakan bus, ongkosnya mahal sekali,'' ujar Sukaryo, saat ditemui sedang beristirahat di pinggir jalan di sekitar Gebang.
Hal senada diungkapkan pemudik motor lainnya, Yatno. Pria yang berprofesi sebagai tukang ojek di Jakarta Timur itu mengatakan, terpaksa membawa istri dan dua anaknya yang masih kecil supaya menghemat biaya.
Yatno mengungkapkan, sejak pertama berangkat dari Bekasi, dia baru mengeluarkan ongkos bensin kurang dari Rp 50 ribu. Jumlah itu jauh lebih murah dibandingkan jika menaiki bus yang ongkosnya mencapai ratusan ribu rupiah. ''Supaya aman, kami mudik lebih awal,'' tutur Yatno.
Sementara itu, arus lalu lintas di Pasar Gebang pada Rabu sangat padat. Hal itu disebabkan adanya aktivitas di pasar itu yang memasuki hari pasaran setiap Rabu.
Para pedagang berjualan hingga memakan badan jalan. Ditambah lagi, banyaknya tukang becak maupun angkot yang mangkal dan berhenti di sekitar pasar. Akibatnya, dari dua jalur jalan yang ada, yang bisa dilalui hanya satu jalur. Kendaraan yang melintas pun terpaksa harus berjalan merayap.