REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menilai, kebijakan larangan ekspor Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein dapat berdampak pada melimpahkan pasokan minyak goreng sekaligus penurunan harga. Namun, ia menilai, dampak itu kemungkinan besar hanya sementara.
"Saya kira pelarangan ekspor ini pasokan akan banjir dan harga lama kelamaan memang akan turun, karena sifatnya sementara," kata Tauhid kepada Republika.co.id, Selasa (26/4/2022).
Tauhid mengungkapkan, alasanya karena struktur ekspor RBD Palm Olein lebih besar ketimbang ekspor minyak sawit mentah (CPO). Seperti diketahui, RBD Palm Olein merupakan produk turunan dari CPO dan menjadi bahan baku minyak goreng yang siap masuk pabrik pengolahan.
"Ekspor RBD Olein itu paling besar, sekitar 25 juta ton dari total ekspor produk sawit 33,6 juta ton," ujarnya.
Adapun, pangsa pasar produk sawit secara umum pun lebih besar ekspor daripada konsumsi dalam negeri. Ekspor produk sawit rata-rata per tahun mencapai 65 persen dari total produksi dan sisanya diserap pasar dalam negeri.
Ia pun memperkirakan dunia internasional pasti memberikan tekanan terhadap Indonesia ihwal kebijakan larangan ekspor tersebut. Pasalnya, minyak sawit dibutuhkan dunia sebagai sumber minyak nabati.
"Ketergantungan pasar internasional ini tidak bisa dikendalikan. Jadi, kalaupun nanti ada penurunan harga itu hanya sementara dan turunnya tidak begitu besar. Teman-teman ritel mengatakan paling tinggi harga turun 10 persen," ujarnya menambahkan.
Tauhid pun menilai kebijakan larangan ekspor secara total terhadap RBD Palm Olein ini terlalu reaktif. Semestinya, jika kelangkaan yang menjadi masalah, pemerintah memperkuat pengawalan ekspor. Perusahaan eksportir minyak sawit yang belum memenuhi syarat dapat ditahan dan memenuhi pasar dalam negeri terlebih dahulu.
"Pengawasan ini kan lemah banget, malah kemarin ada masalah yang melibatkan pejabat di Kemendag. Jadi pengawasan ekspor sangat lemah," katanya.
Selain itu, jalur distribusi minyak goreng khususnya curah yang belum tertata dengan baik. Berbeda dengan minyak goreng kemasan yang notabene dipasarkan melalui ritel modern dan lebih teratur.