REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menegaskan, pemerintah bakal memberikan sanksi kepada para pengusaha eksportir minyak sawit (CPO) dan turunannya yang tetap melakukan ekspor. Hal ini dilakukan di tengah penerapan larangan sementara ekspor CPO.
"Eksportir yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai undang-undang yang berlaku. Saya pastikan bersama polisi dan aparat penegak hukum lainnya akan memantau seluruh pelaksanaan kebijakan ini," kata Lutfi dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (28/4/2022).
Lutfi mengatakan, larangan ekspor tersebut berlaku untuk seluruh daerah pabean di Indonesia. Termasuk, dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang.
Meski demikian, ia menyampaikan, eksportir yang telah mendapatkan izin ekspor dari pabean paling lambat 27 April 2022, tetap dapat melaksanakan ekspor. "Kebijakan ini akan dievaluasi secara periodik melalui rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian," ujar Lutfi.
Lutfi kembali menegaskan, dasar kebijakan larangan ekspor ini merupakan upaya pemerintah untuk mendorong ketersediaan bahan baku dan pasokan minak goreng dalam negeri. Sekaligus, untuk menurunkan harga minyak goreng ke level yang lebih terjangkau bagi masyarakat.
"Saya harap kita semua bisa memahami urgensi kebijakan ini, gotong royong, kerja sama, demi seluruh rakyat Indonesia," kata Lutfi.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan, para pelaku usaha menghormati atas setiap kebijakan pemerintah. Termasuk dalam pelarangan sementara ekspor CPO dan turunannya. Ketua Bidang Komunikasi Gapki, Tofan Mahdi, mengatakan, pelaku industri memahami arahan dari Presiden Joko Widodo untuk mencapai melimpahnya ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Adapun saat ini, kata Tofan, Gapki sedang berkomunikasi dengan asosiasi pelaku usaha sawit, baik di sektor hulu maupun hilir. Termasuk dengan Bulog, RNI, dan BUMN lainnya yang diberi tugas pemerintah membantu dalam proses distribusi minyak goreng.
Tofan menuturkan, Gapki juga juga terus berkomunikasi dengan asosiasi petani kelapa sawit untuk menyampaikan situasi terkini di industri kelapa sawit pasca kebijakan pelarangan ekspor CPO. "Serta mengambil langkah-langkah untuk antisipasi dampaknya bagi petani kelapa sawit," ujarnya.
Seluruh masyarakat dan pelaku industri, lanjut Tofan, sedang menunggu adanya tindak lanjut dari pemerintah agar masalah saat ini bisa teratasi secepatnya dengan baik. Pasalnya, pelarangan ekspor CPO dan seluruh turunannya secara berkepanjangan akan menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan.
"Tidak hanya perusahaan perkebunan, pengolahan, pengemasan, namun juga jutaan pekebun sawit kecil dan rakyat," katanya.