REPUBLIKA.CO.ID., ANKARA -- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell akan melakukan "segala hal yang mungkin" untuk membawa pembicaraan nuklir Iran kembali ke jalurnya dan memastikan kepatuhan penuh terhadap perjanjian itu, kata seorang pejabat Uni Eropa pada Kamis (12/5/2022).
"Ini adalah kepentingan dan peran koordinator (kesepakatan nuklir Iran) untuk melakukan semua yang mereka bisa untuk menyelamatkan perjanjian ini," kata Peter Stano, juru bicara utama layanan diplomatik UE, kepada wartawan pada briefing harian Komisi Eropa.
Dia menekankan bahwa Borrell berkomitmen untuk membuat segala kemungkinan untuk membawa perundingan yang sedang berlangsung tentang kepatuhan penuh ke kesimpulan yang sukses."
Stano juga menggarisbawahi bahwa negara-negara UE, anggota perjanjian, dan seluruh komunitas internasional menginginkan upaya ini dari kepala kebijakan luar negeri UE sebagai koordinator karena perjanjian tersebut “merupakan bagian penting dari arsitektur non-proliferasi.”
Enrique Mora, kepala negosiator dan wakil sekretaris jenderal layanan diplomatik UE, saat ini berada di Teheran untuk melakukan pembicaraan dengan wakil menteri luar negeri Iran dan pemimpin perunding nuklir Bagheri Kani dan pejabat lainnya.
Dalam pesan yang diterbitkan sebelum perjalanannya pada Selasa, dia mengatakan dirinya akan “bekerja untuk menutup celah yang tersisa” untuk memastikan bahwa negosiasi berlanjut.
Menurut Stano, Mora juga membahas isu-isu lain yang relevan dengan hubungan bilateral Uni Eropa dan Iran.
Diplomasi UE telah melakukan upaya signifikan untuk membawa Iran dan AS kembali ke meja perundingan sejak awal konflik antara kedua negara.
Di bawah kepemimpinan UE, perwakilan dari Iran, China, Rusia, Prancis, Inggris, dan Jerman telah bernegosiasi selama berbulan-bulan di ibu kota Austria, Wina, untuk memastikan kepatuhan penuh dan membawa AS kembali ke kesepakatan.
Kesepakatan nuklir Iran – Rencana Aksi Komprehensif Bersama – ditandatangani pada 2015 oleh Iran, Amerika Serikat (AS), China, Rusia, Prancis, Inggris, Jerman, dan Uni Eropa.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Teheran telah berkomitmen untuk membatasi aktivitas nuklirnya untuk tujuan sipil dan sebagai imbalannya, kekuatan dunia setuju untuk mencabut sanksi ekonomi mereka terhadap Iran.
AS, di bawah mantan Presiden Donald Trump, secara sepihak menarik diri dari perjanjian pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran, mendorong Teheran untuk berhenti mematuhi kesepakatan nuklir.