REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY - Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada Sabtu (14/5/2022) berjanji akan lebih berempati lagi jika terpilih lagi, ketika pemerintahannya terus membuntuti popularitas kubu oposisi Partai Buruh sepekan sebelum pemilu pada 21 Mei mendatang.
Jajak-ajak pendapat baru-baru ini menunjukkan koalisi Liberal-Nasional yang mendukung Morrison kalah populer dari kubu moderat-kiri Partai Buruh yang berpeluang besar mengakhiri sembilan tahun pemerintah konservatif. Morrison, yang hubungannya dengan para pemilih telah anjlok sejak pertengahan 2020, mengakui pada Jumat bahwa dirinya bertindak seperti "buldoser" dan mengatakan bahwa dia akan mengubah sikapnya setelah pemilihan.
Kepada pers dalam kampanye di Melbourne pada Sabtu, dia mengatakan hal paling penting sebagai perdana menteri adalah menyelesaikan pekerjaan. Akan tapi dia berjanji untuk "menjelaskan motif dan perhatian saya, dan lebih berempati" di kemudian hari.
Selama memimpin Australia, Morrison telah dikritik atas cara pemerintahnya menangani kebakaran hutan yang menewaskan 24 orang dan membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Dia juga dikritik atas kelangkaan vaksin Covid-19 dan alat tes cepat antigen.
Saat ditanya kenapa dia menunggu sampai pekan terakhir kampanye untuk mengatakan bahwa dia akan berubah, Morrison menjawab: "Saya telah mendengarkan rakyat secara seksama". Pemimpin Partai Buruh Anthony Albanese berkampanye pada Sabtu di Darwin. Dia mengumumkan bahwa jika dirinya terpilih, dia akan mengalokasikan 750 juta dolar Australia (Rp 7,63 triliun) untuk memperkuat skema kesehatan universal di negara itu.
Partai Buruh menjanjikan Penguatan Dana Medicare untuk meningkatkan skema itu dan mengatasi persoalan yang mereka klaim sebagai krisis perawatan kesehatan yang diberikan dokter umum di seluruh negeri. "Perawatan kesehatan universal adalah sesuatu yang diciptakan Buruh, Buruh akan mempertahankannya, dan Buruh akan selalu menguatkannya," kata Albanese kepada awak media.
Partai itu menilai sistem Medicare sebagai pembeda kunci antara mereka dan pemerintah, yang lebih mengampanyekan klaim-klaim tentang keunggulan manajemen ekonomi dan keamanan nasional.