REPUBLIKA.CO.ID,NEW DELHI -- Sebuah pengadilan di India utara memerintahkan pihak berwenang membatasi pertemuan besar umat Islam di Masjid Gyanvapi yang penuh sejarah. Seruan ini menyusul temuan peninggalan dewa Hindu Siwa dan simbol Hindu lainnya di lokasi tersebut.
Awal bulan ini, pengadilan di Varanasi membentuk tim untuk mensurvei tempat tersebut. Hal ini dilakukan setelah lima wanita meminta izin melakukan ritual Hindu di salah satu tempat tinggalnya, dengan mengatakan sebuah kuil Hindu pernah berdiri di situs Islam saat ini.
Anggota kelompok Hindu garis keras percaya, penjajah Islam dan raja-raja Muslim selama 200 tahun kekuasaannya menghancurkan kuil-kuil Hindu untuk membangun masjid atau mausoleum di atasnya, sebagai bagian dari strategi ekspansi mereka.
Dilansir di The News, Selasa (17/5/2022), Masjid Gyanvapi terletak di daerah pemilihan politik Perdana Menteri Narendra Modi. Bangunan ini menjadi salah satu dari tiga masjid besar di utara Uttar Pradesh.
Sebuah kelompok terkemuka percaya, masjid tersebut dibangun setelah menghancurkan sebuah kuil bersejarah. Pengacara HS Jain, yang mewakili para wanita pemohon, mengatakan kepada pengadilan bahwa tim survei telah menemukan peninggalan Siwa dan simbol Hindu lainnya di sana.
Atas temuan dan laporan yang diterima, hakim pengadilan lantas melarang umat Islam mengadakan pertemuan doa dalam jumlah besar di dalam masjid.
Polisi mengatakan perintah pengadilan akan membantu menjaga hukum dan ketertiban, utamanya saat kelompok garis keras Hindu yang terkait dengan partai politik Modi, memperkuat tuntutan mereka melakukan penggalian di beberapa masjid dan mengizinkan penggeledahan di mausoleum Taj Mahal.
Pada 2019, Mahkamah Agung mengizinkan umat Hindu untuk membangun sebuah kuil di lokasi masjid Babri abad ke-16 yang disengketakan dan dihancurkan oleh orang banyak Hindu. Mereka percaya, bangunan itu dibangun di tempat di mana Dewa Rama Hindu dilahirkan.
Insiden itu menyebabkan kerusuhan agama yang menewaskan hampir 2.000 orang, sebagian besar Muslim, di seluruh India.
Adapun para pemimpin dari 200 juta Muslim di India melihat langkah terbaru ini sebagai upaya lain umat Hindu garis keras untuk merusak hak-hak mereka, atas kebebasan beribadah dan ekspresi keagamaan, dengan persetujuan diam-diam dari partai nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP) yang berkuasa.
Sumber: