REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi D DPRD DKI Jakarta menilai lokasi pembangunan fasilitas pengolahan sampah atau "Intermediate Treatment Facility" (ITF) di Jakarta Timur (Jaktim) tidak representatif sehingga rencana tersebut perlu ditinjau ulang.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah mengatakan, rencana yang ada saat ini sangat tidak masuk akal karena pembangunan ITF di Jakarta Timur untuk melayani pembuangan sampah dari wilayah Jakarta Barat.
"Rencana ini pernah kami tolak saat rapat Banggar. Karena kami betul-betul tidak merekomendasikan pengelolaan sampah Jakarta Barat ada di Jakarta Timur," kata Ida saat pembahasan rencana kerja tahun 2023 di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (23/5/2022).
Dia minta rencana tersebut ditinjau "Jadi mohon dipertimbangkan lagi. Belum lagi nanti adanya kepadatan lalu lintas," ujarnya.
Komisi D DPRDDKI sangat menyesalkan terjadinya ketidaksesuaian pembangunan di tengah ketidakpastian pembangunan ITF yang telah tertunda sejak dua tahun lalu.Padahal fasilitas yang digadang-gadang mampu mengolah sampah hingga 2.000 ton per hari itu akan mengurangi beban sampah warga Jakarta di TPST Bantargebang, Bekasi.
"Tolong dipertimbangkan betul pengelolaan di Jakarta Barat, usahakan paling tidak di sekitar Jakarta Utara saja. Misal di Penjaringan, itu masih masuk akal," katanya.
Kalau pengelolaannya di Jakarta Timur perlu dipikirkan lagi. "Karena bebannya tetap di LH, mulai dari jarak, waktu dan operasionalnya," kata Ida.
Di kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro),Widi Amanasto menjelaskan, untuk penempatan lokasi pembangunan ITF tidak ada kekhususan. Hanya saja, lahan untuk pembangunan ITF di Jakarta Barat saat ini masih terkendala karena menunggu hasil "legal opinion" (LO) dari Kejaksaan Tinggi terkait lahan yang bermasalah sehingga belum dapat dilakukan pembangunan.
"Dari konsultan, dulu status tanah bisa dimenangkan karena persyaratan hanya PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual-Beli) saja sudah cukup," katanya.
Menurutnya, PPJB sudah ada, namun sertifikat belum ada. "Itu kondisi kita, mengapa kita minta LO dari Kejaksaan Tinggi karena lahan tersebut tidak 'clean and clear'," ujarnya.