Selasa 24 May 2022 14:00 WIB

Penguatan Fungsi DPRD di Tengah Pandemi Covid-19

Gelombang pandemi menjadi tantangan bagi DPRD dalam melaksanakan tiga fungsinya.

Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi gedung DPRD
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Ilustrasi gedung DPRD

Oleh : Allan Fatchan Gani Wardhana S.H., M.H.

REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, ekonomi, keuangan, pendidikan, dan sosial, namun juga berdampak pada tatakelola pemerintahan daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi pionir penting terutama untuk memulihkan serta bangkit dari pandemi.

Peluang untuk bangkit bahkan beradaptasi dengan pandemi, dapat dilakukan dan dimulai dari penguatan peran dan fungsi DPRD di daerah masing-masing. Berdasarkan UU 17/2014 juncto UU 13/2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), DPRD dalam menjalankan tugasnya dibekali tiga fungsi, yaitu fungsi pembentukan peraturan daerah (perda), fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

Gelombang pandemi Covid-19 ini menguji sekaligus menjadi tantangan bagi DPRD dalam melaksanakan tiga fungsinya itu. Di satu sisi, pandemi telah membatasi ruang gerak dan fleksibilitas dalam bekerja, namun di sisi yang lain pandemi membawa ‘berkah yang melimpah’ apabila anggota DPRD paham dan cakap dalam bekerja untuk kesejahteraan rakyat.

Pertama, terkait fungsi pembentukan perda. Secara konsep dan praktik, perda memiliki kedudukan yang penting bagi pelaksanaan pemerintahan daerah. UU 12/2011 juncto UU 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) telah menegaskan bahwa penyusunan perda mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan harus bersifat transparan dan terbuka. 

Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan Perda. Di tengah pandemi ini, tidak mudah bagi masyarakat untuk memberikan masukan baik lisan maupun tertulis. Oleh karena itu, isu mengenai partisipasi publik dalam pembentukan perda di tengah pandemi menjadi hal yang selalu disorot. 

Pasal 96 UU P3 telah mengatur mengenai preferensi forum untuk memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis yang dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau  seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. Pilihan forum ini lebih menekankan pada pertemuan fisik, sementara di masa pandemi pertemuan-pertemuan fisik dengan jumlah peserta yang banyak masih dibatasi. Padahal UU P3 juga menekankan bahwa untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis setiap rancangan perda harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. 

Tantangannya adalah bagaimana mewujudkan kemudahan akses dan kesempatan yang luas kepada masyarakat dalam memberikan masukan, serta mengelola setiap masukan agar tidak ‘masuk kuping kanan keluar kuping kiri’. Beberapa DPRD sudah responsif yaitu mau dan mampu menggunakan teknologi informasi untuk menjaring dan menyerap aspirasi. 

Pertemuan fisik dan tatap muka diganti menggunakan media tatap muka virtual. Bahkan pertemuan tatap muka virtual ini dapat digunakan seterusnya meski pandemi sudah berakhir nanti. Agar lebih optimal, DPRD perlu melengkapinya dengan menyediakan platform digital berupa elektronik dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi DPRD, berupa risalah rapat komisi, rapat paripurna, rapat dengan mitra DPRD, dan lain sebagainya. 

Terkait pengelolaan masukan dari masyarakat, perlu disajikan ‘tradisi dialektika’ antara wakil rakyat dengan rakyatnya sebagai bagian dari hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas masukan yang diberikan (right to be explained).

Optimalkan pengawasan

Kedua, fungsi pengawasan. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan kepala daerah, serta pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah. Fungsi ini sangat penting kaitannya dengan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. 

Pandemi telah berdampak banyak terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah daerah seperti pengelolaan pajak dan retribusi. Selama pandemi, rata-rata keduanya tidak mencapai target yang ditetapkan untuk memenuhi pendapatan asli daerah. 

Hal lain yang perlu diawasi yaitu terkait pelayanan publik yang cukup membingungkan akibat pola kerja kombinasi work from home dan work from the office. Oleh karena itu, setiap kebijakan pemerintah daerah harus selalu mendapatkan kontrol dari DPRD. 

Ketiga, terkait fungsi anggaran, DPRD harus cermat untuk melakukan kontrol atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah, terutama terkait pendanaan program-program prioritas selama pandemi.

Penguatan tiga fungsi di atas harus dilakukan secara konsisten berkesinambungan. Jangan sampai pandemi dijadikan sebagai alasan untuk ‘malas-malasan’ bekerja. DPRD memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di tengah pandemi Covid-19.

 

*Pengajar Hukum Pemerintahan Daerah dan Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum UII

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement