REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril mengumumkan, hingga Selasa (24/5/2022) kasus dugaan hepatitis akut di Indonesia sudah menjadi 16 kasus. Sebelumnya, tercatat ada 14 kasus.
"Saat ini ada 16 yang diduga kasus hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya. Terdiri dari satu orang probable kemudian 15 kasus adalah pending classification," kata Syahril dalam konferensi pers secara daring, Selasa (24/5/2022).
Dua kasus tambahan ini berasal dari Banten dan Sulawesi Selatan. "Jadi kasus ini bertambah dua dari tanggal sebelumnya dan sebelumnya adalah 14. yaitu satu dari Banten, yang kedua Sulawesi Selatan. 2 dari 14 menjadi 16 dalam klasifikasi pending," rincinya.
Lebih lanjut Syahril merinci, 16 kasus tersebar di 10 provinsi di antaranya yaitu Sumatera Barat (1 kasus pending klasifikasi), Jambi (1 kasus pending klasifikasi), Bangka Belitung (1 kasus pending klasifikasi), DKI Jakarta (1 kasus probable, 4 pending klasifikasi).
Kemudian Banten (1 kasus pending klasifikasi, DI Yogyakarta (1 kasus pending klasifikasi), Jawa Timur (2 kasus pending klasifikasi), Bali (2 kasus pending klasifikasi), Nusa Tenggara Barat (1 pending klasifikasi) dan Sulawesi Selatan (1 kasus pending klasifikasi).
"Kelompok usia yang terbanyak terkena hepatitis akut adalah 0 sampai 5 tahun ada 11 orang ya 6,87 persen, usia 6-10 tahun ada 3 orang, dan 11-16 tahun 2 orang," ujarnya.
Hingga kini, tercatat 4 pasien meninggal dunia yang terdiri dari 1 probable dan 3 orang berstatus pending klasifikasi. Pasien yang meninggal tersebut berusia 2 bulan, 1 tahun, 8 tahun dan 14 bulan.
Syahril menambahkan, ada 19 kasus dugaan hepatitis akut berstatus discarded atau dikeluarkan karena hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 11 pasien menderita demam berdarah dengue (DBD), 3 orang terjangkit bacterial sepsis, 2 orang hepatitis A, 1 orang dilated cardiomyopathy, 1 orang drug induced hepatitis dan 1 orang leukimia.
"Jadi dari 35 kasus, 19 sudah discarded, sehingga kita tinggal 16 orang," ujarnyanya.