Jumat 03 Jun 2022 06:29 WIB

Konsistensi Imam Al-Bukhari di Balik Penerimaan Kitab Hadisnya  

Imam Al Bukhari dikenal sebagai pakar hadits sepanjang masa

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi ahli hadits. Imam Al Bukhari dikenal sebagai pakar hadits sepanjang masa
Foto: MGROL100
Ilustrasi ahli hadits. Imam Al Bukhari dikenal sebagai pakar hadits sepanjang masa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Imam Bukhari menjadi ulama hadits yang sangat unggul dalam melakukan penyeleksian hadits. Keunggulan itu terjadi atas konsistensi beliau dalam melakukan penyeleksian, salah satunya sebagaimana yang terlihat dalam kitab Al-Jami As-Shahih (Shahih Bukhari) karyanya yang dianggap ulama sebagai kitab hadits, talaqathu al-ummah bi al-qabul, diterima sebagai rujukan utama kitab hadits.  

Mohammad Nabiel dalam buku Al-Bukhari dan Metode Kritik Hadits menjelaskan, konsistensi Al-Bukhari dalam menggunakan standar hadits shahih bisa dilihat melalui salah satu dari dua cara pandang, yakni marwiyyat sentris dan rawi sentris. 

Baca Juga

Jika dilihat dari cara pandang rawi sentris yang menjadikan jarh dan ta'dil sebagai asas epistemik bagi penilaian hadits, Al-Bukhari tentu tidak konsisten. Pasalnya, menurut cara pandang ini, memasukkan periwayat bermasalah dalam Al-Jami As-Shahih akan mengakibatkan hadits-haditsnya juga bermasalah.  

Namun sebaliknya, menilai Al-Jami As-Shahih dalam bingkai marwiyyat sentris tentu akan dapat terpahami alasan Imam Bukhari meriwayatkan hadits-hadits bermasalah.  

Di samping itu, praktik meriwayatkan hadits shahih tanpa melihat terlebih dahulu jarh dan ta'dil yang disematkan kepada periwayat seperti thiqat, saduq, dan daif akan bermasalah jika dibaca melalui cara kerja definisi hadits sahih.  

Karena itu, yang dimasukkan Al-Bukhari dari hadits-hadits periwayat bermasalah adalah hadits yang sudah disaring sedemikian rupa sehingga yang shahihnya saja yang dimasukkan ke dalam Al-Jami As-Shahih.  

Inilah yang disebut dengan Manhaj Intiqa'iy dengan beberapa prinsipnya seperti tajrih nisbiy dan tauthiq nisbiy, ta'addud at-turuq, muwafaqat, dan berfokus pada aspek An-Nakarah dan Shudhudh.  

Sehingga berdasarkan penjelasan singkat itu, Al-Bukhari sangat konsisten memegang metode penyeleksian dan penilaian hadits-hadits sehingga memasukkan apa saja yang perlu dimasukkan ke dalam Al-Jami As-Shahih dari periwayat bermasalah.    

 

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قُلْ اَرَاَيْتُمْ شُرَكَاۤءَكُمُ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗاَرُوْنِيْ مَاذَا خَلَقُوْا مِنَ الْاَرْضِ اَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِى السَّمٰوٰتِۚ اَمْ اٰتَيْنٰهُمْ كِتٰبًا فَهُمْ عَلٰى بَيِّنَتٍ مِّنْهُۚ بَلْ اِنْ يَّعِدُ الظّٰلِمُوْنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا اِلَّا غُرُوْرًا
Katakanlah, “Terangkanlah olehmu tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah.” Perlihatkanlah kepada-Ku (bagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan; ataukah mereka mempunyai peran serta dalam (penciptaan) langit; atau adakah Kami memberikan kitab kepada mereka sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas darinya? Sebenarnya orang-orang zalim itu, sebagian mereka hanya menjanjikan tipuan belaka kepada sebagian yang lain.

(QS. Fatir ayat 40)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement