REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Organisasi Hak Asasi Manusia Human Rights Watch (HRW) mendesak pemerintah Thailand memberikan bantuan bagi sekelompok etnis Rohingya yang ditempatkan sebuah pulau di Laut Andaman. Kelompok ini pun meminta agar kelompok dari Bangladesh itu diberi kesempatan untuk menentukan status sebagai pengungsi atau bukan, Selasa (7/6/2022).
Human Rights Watch mengatakan, Thailand berkewajiban untuk menilai klaim untuk perlindungan pengungsi sebelum mencoba mengembalikannya. "Untuk melindungi pencari suaka Rohingya, sangat penting bagi pemerintah Thailand untuk mengizinkan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) untuk melakukan wawancara penentuan status pengungsi,” kata kelompok yang berbasis di New York itu dalam sebuah pernyataan.
Angkatan Laut Thailand mengatakan, 59 orang Rohingya yang meninggalkan sebuah pulau terpencil usai telah melakukan perjalanan dari Bangladesh dengan kapal penangkap ikan besar. Menurut pernyataan kapten kapal yang dikutip militer, kelompok itu melakukan perjalanan dari Malaysia.
Sebanyak 31 laki-laki, 23 perempuan, tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan ditahan setelah ditemukan di pulau selatan Koh Dong pada akhir pekan lalu. Angkatan Laut mengatakan, akan terus mengikuti prosedur standar Thailand, termasuk memberikan bantuan kemanusiaan, bagi orang-orang yang dianggap berimigrasi secara ilegal.
"Pemerintah Thailand harus mengakhiri kebijakannya dengan segera mengunci orang-orang perahu Rohingya yang diselamatkan dan membuang kuncinya,” kata pejabat direktur Asia HRW Elaine Pearson.
"Thailand harus mengizinkan badan pengungsi PBB untuk menyaring semua orang Rohingya yang tiba di Thailand untuk mengidentifikasi dan membantu mereka yang mencari status pengungsi," ujarnya.
Rohingya yang sebagian besar Muslim telah lama dianiaya di Myanmar. Lebih dari 700.000 melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh pada 2017 untuk menghindari kampanye kontra-pemberontakan militer.
Sejak itu, Rohingya telah berusaha untuk meninggalkan Myanmar dan Bangladesh dalam perjalanan laut yang berbahaya ke Malaysia, sebuah negara mayoritas Muslim yang relatif lunak terhadap para migran yang datang. Pelayaran sering diatur oleh geng perdagangan manusia yang memungut biaya besar untuk perjalanan dengan kapal tua yang reyot.
Perahu-perahu yang tidak tenggelam bisa berakhir di tempat lain di Asia Tenggara. Namun Thailand sering kali mencoba menolak kehadiran mereka, biasanya setelah memasok bahan bakar dan makanan. Penumpang perahu yang mendarat di Thailand ditahan oleh pihak berwenang atau dikirim oleh para pedagang untuk bekerja dalam kondisi seperti budak.