REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Jerman dan Pakistan akan bekerja sama mencegah krisis kemanusiaan di Afghanistan. Kedua negara sepakat, rakyat Afghanistan tidak boleh menjadi korban dari “isolasi” yang diterapkan komunitas internasional terhadap Taliban.
“Ketika kami melihat ke seberang perbatasan, situasinya mengerikan. Taliban memimpin negara itu ke dalam kejatuhan. Orang tua tidak tahu bagaimana memberi makan anak-anak mereka. Anak perempuan dirampas haknya atas pendidikan. Perempuan hampir dikecualikan dari partisipasi dalam kehidupan publik, dan semua suara yang berbeda ditekan secara brutal,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Annalena Baerbock dalam konferensi pers bersama Menlu Pakistan Bilawal Bhutto di Islamabad, Selasa (7/6/2022), dikutip Anadolu Agency.
Baerbock meminta komunitas internasional mengirim pesan yang jelas kepada Taliban bahwa mereka menuju ke arah yang salah. “Selama mereka menempuh jalan ini, tidak ada ruang untuk normalisasi dan bahkan pengakuan terhadap Taliban sebagai penguasa sah Afghanistan. Tapi pada saat yang sama, kita tidak dapat meninggalkan rakyat Afghanistan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Jerman, kata Baerbock, berkomitmen untuk terus bekerja mengurangi krisis di Afghanistan dengan menyalurkan bantuan kemanusiaan, terutama untuk anak-anak dan kaum perempuan di negara tersebut. “Sangat penting bagi Taliban untuk mendengar pesan ini. Kami menghadapi bencana kemanusiaan (di Afghanistan) itu sebabnya kami terus memberikan bantuan kemanusiaan,” ucapnya.
Hingga saat ini belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Beberapa negara Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), bahkan masih menerapkan sanksi ekonomi terhadap Afghanistan yang kini dipimpin Taliban, Salah satu penyebab tak diakui pemerintahan Taliban adalah karena mereka belum menunjukkan komitmen untuk memenuhi hak-hak dasar warga Afghanistan, terutama bagi kaum perempuan.
Bulan lalu, Taliban memerintahkan semua presenter perempuan di stasiun televisi Afghanistan untuk menutupi wajah mereka saat membawakan acara. Taliban menyatakan perintah itu bersifat final dan tidak dapat dinegosiasikan. Pada 7 Mei lalu, Taliban mengumumkan dekret terbaru tentang kewajiban perempuan Afghanistan menggunakan burqa tradisional saat berada di ruang publik. Mereka mengancam akan menghukum kerabat laki-laki dari perempuan yang tidak menaati peraturan tersebut. Kebijakan seperti itu pernah diterapkan Taliban saat mereka berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001.
Sebelumnya Taliban sudah mengumumkan pelarangan bagi kaum perempuan Afghanistan untuk mengendarai mobil. Perempuan Afghanistan pun diminta hanya meninggalkan rumah saat diperlukan. Awal tahun ini, Taliban memutuskan tidak membuka kembali sekolah untuk siswi-siswi di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Taliban mengingkari janji yang pernah diumumkannya saat berhasil menguasai kembali Afghanistan pada pertengahan Agustus tahun lalu.
Dewan Keamanan PBB telah mengkritik kebijakan-kebijakan Taliban tersebut, Mereka meminta Taliban segera mencabut kebijakan dan praktik yang saat ini membatasi hak asasi manusia (HAM) serta kebebasan mendasar kaum perempuan, termasuk anak perempuan, di Afghanistan.