REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guna mendukung gelaran Presidensi G20, sumber daya manusia (SDM) bidang komunikasi publik di kementerian/lembaga dan Pemerintah daerah perlu memiliki kecakapan dalam menyusun strategi komunikasi Presidensi G20 yang sesuai kewenangan instansinya masing-masing.
Hal itu sampaikan Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, Dr. Hasyim Gautama, saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) Pelaksanaan Kebijakan Sub Urusan Informasi dan Komunikasi Publik: Penyusunan Strategi Komunikasi Publik, di Surabaya, Selasa (7/6/2022) lalu.
Bimtek yang dilaksanakan secara hibrida ini diikuti oleh para pejabat yang membidangi pengelolaan informasi dan komunikasi publik di Dinas Kominfo provinsi dan kabupaten/kota serta pejabat fungsional Pranata Humas di kementerian/lembaga. “Pranata Humas dapat membuat konten agar istilah-istilah asing ini mengena di telinga masyarakat dan mudah dipahami. Pranata Humas harus dapat berpikir kreatif agar dapat menjangkau, melibatkan, dan membuat masyarakat merasa bahwa G20 adalah milik mereka juga,” ujar Hasyim, seperti dalam siaran pers, Rabu (8/6/2022).
Dia menekankan perlunya membangun persamaan persepsi lintas humas pemerintah pusat dan daerah se-Indonesia untuk menggaungkan isu-isu krusial yang tercakup dalam Presidensi G20, serta mengorkestrasi agenda komunikasi publik nasional agar visi utama Presidensi G20 tercapai.
Bimtek ini dilaksanakan sebagai wahana peningkatan kapasitas SDM bidang komunikasi publik baik di Pemerintah daerah maupun kementerian/lembaga dalam merancang program-program komunikasi pemerintah agar dapat terukur, tepat sasaran dan berkelanjutan.
Sebelumnya acara diawali dengan sambutan oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, Dr. Hudiyono, yang menyatakan perlu adanya kesadaran bersama dalam menerapkan strategi komunikasi yang baik sebagai salah satu instrumen untuk mendukung implementasi kebijakan yang efektif.
“Kebijakan yang telah dirumuskan pemerintah sebaik apapun, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh komunikasi kebijakan yang baik dan efektif,” tambahnya.
Salah satu bentuk dukungan tercapainya komunikasi kebijakan yang baik dan efektif adalah dengan memberdayakan rekan-rekan pejabat fungsional, terutama pranata humas yang ada di tiap-tiap institusi pemerintahan.
“Pranata Humas sebagai government public relation memiliki peran yang penting bagi pemerintahan. Untuk itu pranata humas harus dapat memposisikan peran dan fungsi strategis dalam organisasi agar mampu mengaktualisasikan dirinya pada tatanan fungsi manajemen strategis selaku ujung tombak dalam komunikasi kebijakan kepada masyarakat,” jelasnya.
Narasumber yang hadir mengisi materi merupakan para praktisi kehumasan, Fardila Astari dan Emmy Kuswandari. Fardila memberikan materi mengenai penyusunan strategi kehumasan, mulai riset, sampai monitoring dan evaluasi.
Dia mengungkapkan berbagai masalah yang kerap dihadapi ketika mengembangkan strategi komunikasi publik, antara lain masih banyak yang belum memahami korelasi antara tujuan komunikasi dengan tujuan organisasi, sehingga tujuan komunikasi publik tidak mendukung tujuan organisasi.
“Jadi nggak nyambung antara tujuan organisasi dengan tujuan komunikasi, misal tujuan organisasi itu goalnya adalah reputasi, reputasinya berapa persen itu tidak terefleksikan di tujuan komunikasi kita, jadi capaiannya ngak nyambung, kita tidak mendukung capaian organisasi, malah agak bertolak belakang,“ katanya.
Selain itu, riset dan analisa komunikasi yang kerap dianggap sesuatu yang sulit dilaksanakan. Padahal riset di sini maksudnya applied research bukan academic research, riset yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat dilakukan sendiri.
Selanjutnya pengembangan strategi komunikasi juga harus lebih Smarter. Pesan yang berakar pada tujuan perusahaan dan khalayak sasar serta aktivitas yang lebih terstruktur dengan paid, earned, shared, owned (PESO) yang mengukur dampak dari sosialisasi/kampanye yang telah dilakukan. Pengukuran berbasis output, outtakes, outcome dan impact serta memahami Barcelona Principles 3.0.
Dalam kesempatan itu Fardila menyampaikan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) yang menyebut kompetensi Humas Indonesia perlu dikembangkan.
Dalam rekomendasi tersebut menyatakan jika Humas Indonesia perlu membangun strategi berbasiskan goals perusahaan atau institusi, serta harus memiliki networking secara luas. Humas Indonesia juga harus memiliki proactive mindset dengan transformasi digital secara digital secara maksimal, inovatif, dan kolaboratif dengan pemangku kepentingan. Humas Indonesia menggunakan paradigma baru dalam melaksanakan perannya seperti memahami riset, data dan analytic dalam situasi apapun.
Fardila juga menjelaskan terdapat lima kapabilitas yang harus dimiliki oleh praktisi kehumasan, antara lain kemampuan membuat planning, campaign, melakukan crisis communication, evaluasi dan pengukuran, dan social capital atau networking.
Pada sesi selanjutnya, Emmy Kuswandari mengajak para peserta yang hadir baik secara luring maupun daring untuk mengerjakan latihan strategi kehumasan melalui diskusi kelompok. Adapun tema-tema yang dapat dipilih oleh kelompok peserta antara lain G20, IKN, Pemilih Cerdas, Sosialisasi Sistem Elektronik Pemerintahan, Stunting, Petani Millennials, dan Perubahan Iklim.
Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya yang meliputi Tujuan Organisasi, Menentukan Target Audiens, Menentukan Isu dari Target Audiens, SMART (ER) Objective, Menentukan Pesan, Membuat Aktivitas berbasis PESO, dan KPI Pengukuran dan Evaluasi.
Selain pemberian materi dan latihan oleh narasumber, acara juga dimeriahkan oleh games dan ice breaking yang diikuti oleh seluruh peserta Bimtek.