REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) telah melaporkan kinerjanya untuk tahun buku 2021 kepada Pemerintah sebagai pemegang saham dengan mencetak laba bersih sebesar Rp 29,3 T. Keuntungan tersebut mayoritas diperoleh dari pendapatan sektor hulu yang meningkat tajam. Sebaliknya di sektor hilir masih mengalami kerugian akibat kenaikan harga minyak mentah dan harga jual BBM Pertamina di bawah harga pasar.
Hal ini merupakan keunggulan Pertamina yang memiliki bisnis yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, di mana memungkinkan adanya subsidi silang dari hulu ke hilir sehingga dapat menjaga keseimbangan antara keuntungan perusahaan dengan Public Service Obligation. Pjs. Vice President Corporate Communication Pertamina Heppy Wulansari menjelaskan kinerja keuangan Pertamina menjadi positif dengan perolehan laba pada tahun buku 2021 yang melonjak hingga hampir dua kali lipat.
Keuntungan tersebut merupakan laba konsolidasian dari seluruh lini bisnis Pertamina dari hulu, pengolahan, dan hilir. “Laba yang diperoleh secara keseluruhan merupakan gabungan dari enam subholding dan anak usaha di bawahnya. Namun kontribusi terbesar yang menjadi laba bersih mayoritas bersumber dari sektor hulu karena adanya windfall dengan kenaikan harga ICP,” ungkap Heppy.
Adapun untuk sektor hilir khususnya pemasaran dan distribusi BBM dan LPG saat ini statusnya masih merugi karena beban biaya produksi BBM yang tinggi karena komponen terbesarnya adalah minyak mentah. “Namun Pertamina mengapresiasi dukungan penuh Pemerintah melalui pembayaran kompensasi BBM penugasan dan penambahan subsidi energi pada APBN 2022. Hal ini sangat berarti untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi,” tandas Heppy.