REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis mulai menarik pasukan militernya dari Mali pada Senin (13/6/2022), dan menyerahkan pangkalan Menaka kepada pasukan Mali. Staf umum pertahanan mengatakan, penarikan pasukan dilakukan secara tertib, aman, dan transparan.
"Penarikan dilakukan secara tertib, aman dan transparan. Fokus kami pada elemen penting dari operasi Barkhane yang memberikan keamanan di Tiga Perbatasan dan wilayah Liptako Selatan,” kata pernyataan staf umum, dilansir Anadolu Agency, Selasa (14/6/2022).
Kementerian Pertahanan Prancis mengatakan, penarikan pasukan itu adalah bagian dari kerangka kerja yang ditetapkan oleh Presiden Emmanuel Macron pada Februari, untuk mengartikulasikan kembali Pasukan Barkhane di luar Mali. Prancis telah mengerahkan sekitar 4.600 tentara di bawah Operasi Barkhane yang diluncurkan pada 2014. Operasi ini bertujuan untuk memerangi terorisme di negara-negara G5 seperti Mali, Niger, Burkina Faso, Chad, dan Mauritania.
Pasukan Prancis sekarang telah memindahkan logistik militer dari Menaka ke Pangkalan Udara Proyeksi (BAP) Niamey di Niger. Mereka akan melanjutkan operasi anti-terorisme di wilayah Sahel.
Militer Prancis telah menginvestasikan beberapa juta euro dalam proyek-proyek pembangunan untuk infrastruktur vital, pendidikan, pemuda dan kesehatan penduduk setempat yang mendukung Pasukan Barkhane untuk melakukan operasi. Pada April, setelah pasukan Prancis menyerahkan sebuah pangkalan militer di Gossi, tentara Mali menuduh Prancis menutupi "kuburan massal" di tempat itu. Prancis kemudian membantah tuduhan tersebut.
Di tengah hubungan permusuhan dengan Prancis, pada Mei pemerintah militer Mali mencabut perjanjian kerja sama pertahanan yang mengatur status pasukan Prancis (SOFA). Pemerintah Mali memerintahkan pasukan Prancis serta pasukan Eropa di bawah Takuba untuk meninggalkan negara itu.