REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Perusahaan minyak milik negara Ekuador Petroecuador memberlakukan force majeure atas dampak protes terhadap kebijakan sosial dan ekonomi pemerintah di negara Andes. Sementara Presiden Ekuador Guillermo Lasso mencoba untuk menekan kerusuhan.
"Perusahaan minyak menyatakan force majeure untuk eksplorasi, eksploitasi, transportasi dan sektor perdagangan. Ini juga menghentikan ekspor, setelah pengunjuk rasa memasuki ladang minyak, mempengaruhi produksi," kata perusahaan minyak tersebut dikutip dari Channel News Asia pada Ahad (19/6/2022).
Langkah itu mengikuti keputusan Presiden Guillermo Lasso untuk menyatakan keadaan pengecualian di tiga provinsi. Dalam upaya untuk menenangkan protes yang diserukan oleh kelompok-kelompok pribumi yang menolak kebijakan ekonomi pemerintah.
Pengecualian akan berlangsung selama 30 hari di provinsi Imbabura, Cotopaxi, dan Pichincha daerah yang mencakup ibu kota Quito yang telah mengalami kekerasan yang lebih besar di tengah protes dengan serangan terhadap pertanian bunga dan kerusakan infrastruktur, sementara petugas polisi juga telah ditahan oleh pengunjuk rasa.
"Kami telah kehilangan 6.975 barel minyak mentah sejak protes dimulai dan telah menghentikan beberapa operasi pengeboran," kata dia.
Sementara itu, Presiden Ekuador Guillermo Lasso mengatakan akan meningkatkan bantuan untuk sektor yang paling rentan dan akan mensubsidi biaya pupuk sebesar 50 persen untuk petani kecil dan menengah, sementara bank umum akan menunda pinjaman yang jatuh tempo senilai hingga 3.000 dolar AS.
"Tidak akan ada kenaikan biaya solar, bensin dan gas. Saya menyerukan dialog dan jawabannya lebih banyak kekerasan tidak ada niat untuk mencari solusi," kata dia.
Diketahui, Kelompok-kelompok pribumi melancarkan protes dengan pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan di seluruh negeri yang bertentangan dengan kebijakan sosial dan ekonomi pemerintah Ekuador. Mereka menuntut pembekuan harga bensin, penghentian proyek pertambangan, minyak dan lebih banyak waktu bagi petani kecil untuk membayar pinjaman bank mereka.
Kelompok-kelompok pribumi terus memblokir jalan-jalan yang menghubungkan Quito dengan utara dan selatan negara itu. Sementara para mahasiswa mendukung protes tersebut.
Protes telah merugikan sektor produktif negara itu 50 juta dolar AS dan menyebabkan kekurangan produk dan bahan bakar tertentu.