Selasa 21 Jun 2022 14:22 WIB

KPK Periksa Dirut dan Direktur Summarecon Terkait Kasus Haryadi Suyuti

Vice President Real Estate PT Summarecon Oon Nusihono jadi tersangka pemberi suap.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Tersangka kasus suap terkait pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen di Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2022).
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Tersangka kasus suap terkait pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen di Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, salah satunya adalah Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk Adrianto Pitojo Adhi pada Selasa (21/6/2022).

Mereka dijadwalkan diperiksa untuk tersangka mantan wali kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS) dan kawan-kawan. "Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta untuk tersangka HS dan kawan-kawan," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Adapun lima saksi lainnya yang dipanggil, yaitu Direktur Keuangan PT Summarecon Agung Lidya Suciono, Sekretaris Direktur Utama PT Summarecon Yusnita Suhendra, Direktur PT Java Orient Property Dandan Jaya Kartika, serta dua staf finance PT Summarecon Christy Surjadi dan Valentania Aprilia.

KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni Haryadi Suyuti (HS), Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta Nurwidhihartana (NWH), dan sekretaris pribadi merangkap ajudan Triyanto Budi Yuwono (TBY); ketiganya merupakan penerima suap dalam kasus tersebut.

Sedangkan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk Oon Nusihono (ON) ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi suap. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada 2019 tersangka ON, melalui Direktur Utama PT Java Orient Property (JOP) Dandan Jaya, anak perusahaan PT SA, mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) dengan mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro.

Pembangunan apartemen tersebut masuk dalam wilayah cagar budaya di Pemkot Yogyakarta. Permohonan izin berlanjut pada 2021 ketika ON dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta membuat kesepakatan dengan Haryadi yang saat itu masih menjabat wali kota Yogyakarta periode 2017-2022.

KPK menduga ada kesepakatan antara ON dan Haryadi. Di antaranya, Haryadi berkomitmen akan selalu mengawal permohonan IMB tersebut dengan memerintahkan kepala Dinas PUPR Kota Yogyakarta agar segera menerbitkan IMB yang dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama pengurusan izin berlangsung.

Selama penerbitan IMB itu, KPK menduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar Rp 50 juta dari ON untuk Haryadi melalui tersangka TBY dan untuk tersangka NWH. Pada 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit.

Selanjutnya pada Kamis (2/6/2022), ON datang ke Yogyakarta untuk menemui Haryadi di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sekitar 27.258 dolar AS yang dikemas dalam goodie bag melalui TBY, sebagai orang kepercayaan Haryadi. Sebagian uang tersebut juga diberikan untuk NWH.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement