Rabu 22 Jun 2022 18:19 WIB

Sambangi DPR, PERGUNU Minta Frasa Madrasah tak Dihapus

Frasa Madrasah diminta PERGUNU tak dihapus.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
 Sambangi DPR, PERGUNU Minta Frasa Madrasah tak Dihapus. Foto:   Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto  (baju putih tengah), saat menerima PP Persatuan Guru Nahdatul Ulama (PERGUNU), Rabu (22/6/2022).
Foto: istimewa/doc humas
Sambangi DPR, PERGUNU Minta Frasa Madrasah tak Dihapus. Foto: Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto (baju putih tengah), saat menerima PP Persatuan Guru Nahdatul Ulama (PERGUNU), Rabu (22/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) melakukan audiensi bersama Komisi VIII DPR/RI, Rabu (22/6). Dalam kesempatan itu, mereka menyatakan menolak dihapusnya frasa atau kata madrasah dari RUU Sisdiknas.

"Draft RUU Sistignas yang dibuat oleh Kemendikbud itu menghapus kata madrasah dari batang tubuh, yang tadinya sudah ada dan disejajarkan dengan sekolah. Kami menganggap ini sebagai sesuatu yang tidak baik," kata Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, Rabu (22/6/2022).

Baca Juga

Hal ini disebut merupakan salah satu hal yang dibahas dalam Kongres ke-3 yang berlangsung akhir bulan Mei kemarin. Dari hasil rekomendasinya, PERGUNU meminta agar draft tersebut bisa dikoreksi oleh Komisi VIII dan mengembalikan kata madrasah.

Penghilangan kata madrasah dalam RUU ini dinilai melukai sejarah, dengan keberadaan madrasah jauh lebih tua dari sekolah. Jauh sebelum tahun 1900-an, madrasah sudah lebih dulu ada, sementara sekolah baru dimulai dan dalam lingkup terbatas pada zaman Ki Hajar Dewantara.

Kiai Asep Saifuddin menekankan ada alasan sensitif, yang mendorong penolakan penghilangan kata madrasah yang tadinya sudah ada. Alasan lainnya karena jumlah madrasah di Indonesia yang tidak bisa dibilang sedikit.

"PERGUNU bukan hanya madrasah, tapi juga guru dan dosen, guru madrasah, guru sekolah bahkan sampai tingkat TPQ. Kami tahu persis permasalahannya, sehingga demi menjaga ketentraman dan kedamaian NKRI, maka perlu dikembalikan seperti sebelumnya," lanjutnya.

Selanjutnya, dalam audiensi tersebut juga disampaikan perihal ketimpangan yang dialami madrasah. Hal ini berlaku mulai dari dana BOS Daerah (BOSDA), kesejahteraan guru, hingga kuota untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Di daerah, disampaikan ada beberapa daerah yang tidak mau memberikan dana BOS Daerah. Hal tersebut terjadi dengan alasan tidak ada payung yang mengatur perihal pemberian BOS daerah kepada madrasah.

Sementara, Kiai Asep Saifuddin menyebut hal ini sudah jelas payung hukumnya dalam preambule UUD 1945. Di dalamnya tertulis "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaria Umum PERGUNU Aris Adi Laksono menyampaikan perlunya perhatian lebih dalam hal perlindungan guru. Selama ini, ketika terjadi kekerasan di madrasah, maka yang pertama kali disalahkan adalah guru, padahal belum dilakukan pendalaman atau pembahasan lebih lanjut.

"Perlu diorong adanya perlindungan guru, baik untuk menjaga keselamatan, advokasi dan kesejahteraan guru. Mengoperasionalkan lembaga di lapangan untuk mengawal, serta diperlukan lembaga atau aturan khusus sehingga lebih jelas perlindungannya," ujar dia.  

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement