Ahad 26 Jun 2022 18:20 WIB

Mabes Polri BKO Lima Kompi Brimob Jelang Penetapan UU DOB Papua

Pemerintah dinilai inkonsisten soal moratorium daerah otonomi baru.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Sejumlah anggota pasukan Satgas Pamrahwan berbaris setelah tiba di Polda Kalbar di Pontianak, Selasa (25/1/2022). Sebanyak 98 personel Sat Brimob Polda Kalbar yang tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) kembali ke Kalbar setelah bertugas selama 343 hari di Kabupaten Puncak, Papua. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Sejumlah anggota pasukan Satgas Pamrahwan berbaris setelah tiba di Polda Kalbar di Pontianak, Selasa (25/1/2022). Sebanyak 98 personel Sat Brimob Polda Kalbar yang tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) kembali ke Kalbar setelah bertugas selama 343 hari di Kabupaten Puncak, Papua. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA--Mabes Polri telah mengirimkan lima kompi Brimob Nusantara menjelang disahkannya Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua. UU DOB Papua dijadwalkan disahkan pada 30 Juni mendatang.

"Lima kompi Brimob Nusantara yang berasal dari Mabes Polri, Polda Sumatra Utara dan Polda Riau sudah ditempatkan di Wamena, Nabire, dan Jayapura," tutur Karo Ops Polda Papua Kombes Wijatmika, Ahad (26/6/2022).

Baca Juga

Dia mengakui keberadaan Brimob Nusantara di bawah kendali operasi (BKO) Polda Papua itu guna mengantisipasi peningkatan gangguan kamtibmas jelang dan setelah penetapan UU DOB. Selain Brimob Nusantara, Polda Papua juga menyiagakan anggota Brimob dan disiagakan selama sebulan.

"Mudah-mudahan tidak ada peningkatan eskalasi keamanan yang berarti," ujar Kombes Wijatmika.

Melalui UU DOB yang akan disahkan akhir Juni 2022, Papua dimekarkan dan bertambah tiga provinsi yakni Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan dan Provinsi Pegunungan Tengah Papua. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman menilai pemerintah tidak konsisten atas kebijakan moratorium daerah otonomi baru (DOB).

Sebab, di tengah penangguhan terhadap DOB itu, pemerintah bersama dengan DPR justru mengebut rencana pembentukan tiga provinsi baru di Papua. "Tiga daerah baru di Papua itu sebenarnya menunjukan Inkonsistensi pemerintah terkait dengan kebijakan pembentukan daerah karena kita tahu saat ini masih moratorium DOB," ujar Armand saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (24/6/2022).

Menurut dia, pemerintah seharusnya melakukan evaluasi dan asesmen terhadap sejumlah DOB pascareformasi. Pemerintah harus bisa menjawab apakah pemekaran wilayah dibutuhkan atau tidak beserta alasannya secara jelas, khususnya terkait pemekaran di Tanah Papua.

Dia pun meminta pemerintah berkaca pada pemekaran Provinsi Papua Barat. Dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta kepatuhan standar pelayanan publik, Provinsi Papua Barat selalu berada di urutan terakhir dibandingkan provinsi lain.

Di samping itu, berkaca juga terhadap tingkat kemandirian fiskal di sejumlah DOB kabupaten/kota di Papua, yang juga masih sangat rendah atau berada di kategori level belum mandiri. Dia khawatir jika hal tersebut terjadi pula pada tiga provinsi baru di Papua nantinya. "Belum lagi kalau kita bicara pelayanan publik dan segala macam," kata Armand.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement