Rabu 29 Jun 2022 17:51 WIB

Seminar Pancasila di Unhan Ungkap Peran Penting Lembaga Pendidikan

Peran lembaga pendidikan dijabarkan dalam seminar di Unhan

Seminar Pancasila di Unhan Ungkap Peran Penting Lembaga Pendidikan
Foto: Dok Republika
Seminar Pancasila di Unhan Ungkap Peran Penting Lembaga Pendidikan

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Doktor Ilmu Geopolitik dan Pertahanan, Hasto Kristiyanto menjadi moderator dalam Seminar Peringatan Hari Lahir Pancasila di Universitas Pertahanan (Unhan) dengan tema "Implementasi Pancasila untuk Memperkokoh Nasionalisme dan Bela Negara pada Civitas Akademika Perguruan Tinggi", Rabu (29/6/2022).

Sebagai pembicara kunci, Rektor Unhan Laksdya TNI Prof. Amarulla Octavian, dengan narasumber Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dan Guru Besar Unhan Prof. Pribadiyono.

Baca Juga

Rektor Unhan, Laksamana Madya TNI Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD mengatakan, Pancasila sudah menjadi ideologi yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

“Pancasila, suatu ideologi yang sudah terbukti kesaktiannya di republik ini,” kata Amarulla.

Menurut dia, banyak keunggulannya dari Pancasila. Pada sila pertama jelas unggul dari Atheisme, Komunisme, Animisme, Sekularisme, Materialisme. Kemudian sila kedua unggul dari Fasisme, Radikalisme, Ekstrimisme.

Sila ketiga unggul dari Feodalisme, Primordialisme, Rasialisme. Sila Keempat, unggul dari Totalitarianisme, Otoritarianisme. Dan sila kelima unggul dari Liberalisme, Kapitalisme.

Demi membuat Pancasila semakin berperan penting, maka lembaga pendidikan berperan penting. Tingginya kualitas pendidikan nasional mendorong terbentuknya ketahanan nasional yang kokoh menghadapi serangan dari luar. Baik serangan ideologi, serangan ekonomi, serangan budaya maupun serangan fisik. Pertentangan suku/etnis, pertentangan agama, pertentangan ras, dan pertentangan golongan, membelenggu terwujudnya ketahanan sosial-budaya berakibat rendahnya nasionalisme dan patriotisme. 

“Pendidikan pada semua strata harus mengajarkan nilai-nilai kebajikan memahami perbedaan suku/etnis, agama, ras, dan golongan bukan untuk dipertentangkan. Berbeda keyakinan tidak berarti bermusuhan,” jelas Amarulla.

Karena itu, dia berharap lembaga pendidikan harus aktif memantau proses regulasi dan kebijakan pemerintah yang dapat mendorong kemajuan cara berpikir masyarakat yang terstruktur dan sistematis. 

Lembaga pendidikan harus ikut serta mempublikasikan berbagai gagasan ilmiah untuk meningkatkan kemampuan berpikir masyarakat dan semangat bela negara.

“Selalu memberikan solusi dan akses penggunaan fasilitas dan teknologi pendidikan yang dimiliki untuk digunakan oleh masyarakat luas. Memberikan apresiasi dan membantu terciptanya kreativitas dan inovasi yang dilakukan masyarakat kalangan bawah,” tukasnya.

Selain itu, mengoptimalkan kurikulum pendidikan berbasis nilai-nilai Pancasila secara berjenjang dan berlanjut mulai SD-SMP-SVA PT (S1-S2-S3). Memanfaatkan teknologi pendidikan untuk membentuk cara berpikir yang logis dan rasional dalam proses belajar mengajar. 

Sementara Prof.Pribadiyono memaparkan hasil riset dan temuannya yang melihat instrumen kebangsaan dan bela negara.

Dia menyatakan bahwa wawasan kebangsaan dan semangat bela negara tak hanya dibangun dari kesadaran kognitif. Namun juga emotional bonding. Menurutnya, tak mungkin memahami Pancasila tanpa keseimbangan otak kiri dan otak kanan. Tak mungkin melaksanakan Pancasila tanpa cinta tanah air berkobar. 

Pribadiyono menyatakan perlu perubahan mindset dari yang terkungkung pada pandangan sempit. Sehingga pada akhirnya bisa terbangun karakter pemimpin negarawan.

“Jadi harus ada transformasi mindset,” kata Pribadiyono.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement