REPUBLIKA.CO.ID, KEBON SIRIH - Operasional Feeder Transjakarta dinilai hanya bentuk pemborosan. Bagaimana tidak? Hampir tiga bulan beroperasi usai diluncurkan Rabu (28/9) lalu, angkutan yang berfungsi sebagai bus pengumpan ini masih sepi peminat.
Pengamat Tata Kota dan Transportasi, Yayat Supriyatna menuturkan, tak efektifnya operasional feeder harus segera dievaluasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan Badan Layanan Umum (BLU).
Menurut Yayat, sepinya penumpang disebabkan karena rute yang ditelah didesain dari awal tak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. "Yang jelas harus dilakukan perubahan rute. Terdapat kesalahan di desain awal, operasional bus pengumpan ini," ujar Yayat, Selasa (6/12).
Menurutnya, selain rute yang tak tak sesuai, sosialisasi yang dilakukan untuk mengenalkan feeder Transjakarta ke penumpang atau masyarakat Jakarta dinilai masih sangat kurang. Waktu kedatangan feeder ini pun dituturkan Yayat sama sekali tak jelas.
"Masyarakat jadi lebih memilih jalan kaki ke halte bus Transjakarta terdekat, daripada menunggu feeder," katanya.
Tak hanya itu, Yayat juga mengatakan, tarif yang selama ini diberlakukan untuk bus Transjakarta sebesar Rp 6.500 terlalu mahal. Masyarakat pun, menurut Yayat cenderung naik ojek ke halte terdekat, dibanding harus menggunakan feeder.