REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya menyesalkan pembebasan bandar narkoba bernama Anton Pramudita, pemilik 200 butir pil ekstasi dari putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Coki Manurung, Selasa, mengaku sangat kecewa keputusan tersebut. Ia meminta kejaksaan yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) bisa menunjukkan bukti-bukti bahwa Anton bersalah dan benar merupakan bandar narkoba.
"Kami kecewa hasil sidang banding. Karena itu, kami berharap dalam kasasi Anton bisa dijerat," ujarnya kepada wartawan di Mapolrestabes, Jalan Taman Sikatan, Surabaya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga akan mencari celah agar notaris Ariyani bisa dijerat dengan pasal pelanggaran hukum karena berkomplot dengan bandar narkoba untuk membebaskannya dari penjara.
Pada 11 Maret lalu, Anton dibebaskan atas putusan hakim PT Jatim didasarkan surat notaris tentang pencabutan keterangan saksi dalam pengadilan oleh Feri Prawiro Husein, rekan Anton Pramudita, yang ikut ditangkap polisi dan mendekam di Rumah Tahanan Negara Klas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.
Anton Pramudita ditangkap polisi pada 20 Mei 2010 karena kedapatan tangan membawa 200 butir pil ekstasi dan lima butir lainnya ditemukan di rumahnya. Hasil pengembangannya, petugas menangkap pula delapan tersangka lain, termasuk Feri Prawiro, yang dijerat dengan berkas acara pidana terpisah.
Selanjutnya, pada 21 Juli 2010, berkas tersangka dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Dua hari kemudian berkas itu diterima hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Setelah melalui berbagai persidangan di PN Surabaya, Anton dikenakan Pasal 144 ayat 2 subsider 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan putusan hukuman 10 tahun dan denda Rp1 miliar pada 10 Desember 2010. Selanjutnya, Anton mengajukan banding ke PT Jatim tertanggal 20 Desember 2010.
Selama menghuni tahanan, Feri Prawiro menghadap notaris, Ariyani SH, pada 30 Desember 2010, untuk dibuatkan akta bahwa dirinya mencabut keterangan sebagai saksi di pengadilan terhadap Anton. Berdasar akte notaris itulah hakim PT Jatim memutuskan Anton bebas murni dan sekaligus menganulir keputusan hakim PN Surabaya.
"Ini aneh. Bandar narkoba dibebaskan setelah saksi mencabut keterangan di depan notaris yang membuatkan akta sehingga jadi rujukan hakim untuk membebaskannya. Mungkin kasus ini satu-satunya di Indonesia," kata Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Kompol Sudamiran.
Menurut dia, keluarnya akta notaris terkesan janggal sebab Feri Prawiro saat menghadap notaris masih berstatus terpidana dan mendekam di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.
Dikatakannya, ada dua kemungkinan yang terjadi dalam kasus ini, yakni, Feri Prawiro keluar dari penjara atau notaris mendatangi yang bersangkutan. Namun, karena dalam keterangan akta disebutkan Feri Prawiro menghadap notaris maka dia keluar dari Rutan Medaeng.
"Jika terdakwa tidak keluar dari penjara maka notaris bisa diproses. Jika terdakwa keluar, maka ada permainan keduanya," jelasnya.
Sementara itu, Majelis Pengawas Daerah Ikatan Notaris Indonesia, Nur Wahyuni, menyatakan notaris yang mengeluarkan akta untuk terpidana narkoba bisa dijerat hukuman, namun memerlukan telaah lebih jauh terkait tindakan notaris Aruyani.
"Secara etika sudah salah, tapi untuk dipidana masih perlu dikaji lagi," kata Wahyuni.