REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Mesti pemukiman mereka berada di Kawasan Rawan Bencana III, sebagian besar Warga Desa Glagaharjo, Cangkringan, nekat membangun kembali rumah mereka yang hancur akibat terjangan awan panas erupsi Merapi akhir tahun 2010 lalu.
''Saya tak dapat melarang, dan juga saya tak mengijinkannya, tapi semua itu menjadi keputusan warga, yang memang sejak awal tak ingin direlokasi ke tempat lain,'' kata Suroto, kepala desa Glagaharjo, Cangkringan, Rabu (25/05) siang.
Menurut dia, sebagian besar warga tersebut mengaku sudah jenuh tinggal di hunian sementara. Mereka memutuskan membangun rumahnya kembali dengan biaya sendiri, karena ingin kembali hidup normal.
Suroto menjelaskan erupsi Merapi 2010 lalu telah mengakibatkan 808 KK warga desanya kehilangan rumahnya. Sebagian besar mereka saat ini untuk sementara tinggal di Shelter Banjarsari dan Shelter Hetis Sumur di Glagaharjo.
Menurut Suroto, warga memutuskan kembali membangun rumah karena mereka tak ingin direlokasi dari kampung halamannya. Selain itu, mereka juga sudah jenuh tinggal di shelter, sementara sampai saat ini belum ada juga kepastian tentang mana wilayah yang bisa dijadikan pemukiman kembali dan mana wilayah yang diijinkan pemerintah untuk dibangun kembali.
Sebagai aparat pemerintah desa, kata Suroto, ia tak bisa berbuat apa-apa, dan hanya bisa mengingatkan warganya agar selalu meningkatkan kewaspadaannya terhadap ancaman bahaya Merapi.
''Tapi umumnya warga kami adalah warga tanggap bencana. Mereka rutin melatih diri, dan menyatakan sudah siap pergi bila suatu saat Merapi akan meletus lagi,'' tutur Suroto.
Ia juga mengatakan sebaiknya pemerintah melihat kondisi ini secara bijaksana, daripada memaksakan relokasi. ''Mungkin untuk warga kami, lebih baik diperkuat dengan pembekalan dan pengetahuan mitigasi bencana,'' tuturnya.