Selasa 05 Jul 2022 02:49 WIB

Studi Temukan Hubungan Komsumsi Makanan Olahan dengan Berkurangnya Memori

Studi ungkap makanan olahan bisa berdampak pada defisit memori.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Studi ungkap makanan olahan bisa berdampak pada defisit memori.
Foto: www.freepik.com.
Studi ungkap makanan olahan bisa berdampak pada defisit memori.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru mengungkap bahwa konsumsi rutin makanan olahan bisa berdampak pada menurunnya memori seseorang. Studi dari The Ohio State University ini telah diterbitkan dalam jurnal Brain, Behavior, and Immunity pada 2021.

Peneliti melibatkan dua kelompok tikus uji, satu muda dan satu lebih tua, dimana mereka diberi asupan makanan olahan atau junk food. Setelah empat minggu, kelompok tikus yang lebih tua gagal dalam serangkaian tes kognitif. Mereka tidak bisa mengingat tempat-tempat yang baru saja dikunjungi, dan tidak menunjukkan rasa takut ketika menghadapi tanda-tanda bahaya yang akan datang.

Baca Juga

Tikus yang lebih muda yang mengonsumsi makanan olahan tidak menunjukkan tanda-tanda kehilangan ingatan atau respons yang tidak tepat. Begitu pula dengan kelompok kontrol, baik tua maupun muda, yang diberi asupan non-olahan, terdiri dari campuran protein, karbohidrat kompleks, dan lemak yang sehat.

“Temuan ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan olahan dapat menghasilkan defisit memori yang signifikan dan tiba-tiba,” kata penulis utama studi, Ruth Barrientos seperti dilansir dari laman First for Women, Selasa (4/7/2022).

Apa yang terjadi pada otak kelompok tikus lebih tua, sehingga mereka lupa di mana mereka berada dan tidak merespons bahaya? Masalahnya terletak pada hippocampus, yang memainkan peran besar dalam pembelajaran, memori, dan amigdala yang mengatur emosi.

Para peneliti menemukan bahwa diet tinggi karbohidrat olahan memicu respons peradangan di daerah otak tikus yang lebih tua. Peradangan ini membuat mereka tidak ingat ruangan yang baru didatangi, menunjukkan masalah dengan hippocampus, dan gagal menanggapi isyarat bahaya, menunjukkan kerusakan pada amigdala.

Barrientos menekankan bahwa hasil penelitian ini memiliki implikasi yang lebih signifikan bagi individu yang lebih tua. “Pada populasi tua, penurunan memori yang cepat memiliki kemungkinan lebih besar untuk berkembang menjadi penyakit neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer,” kata dia.

Lalu apakah suplementasi DHA bisa membantu? Asam docosahexaenoic atau DHA adalah asam lemak omega-3 yang ditemukan pada ikan seperti tuna dan salmon. Kita sudah lama tahu bahwa konsumsi makanan yang tinggi asam lemak omega-3 baik untuk jantung dan bahkan dapat mencegah tanda-tanda penuaan. Meskipun suplementasi DHA tampaknya memiliki efek perlindungan pada otak tikus dalam penelitian ini, tetapi ada beberapa peringatan.

Pertama, para ilmuwan tidak tahu persis berapa banyak DHA yang dikonsumsi tikus, karena mereka memiliki akses tak terbatas ke makanan dan suplemen DHA. Itu berarti tikus uji tidak dapat merekomendasikan dosis DHA spesifik yang bisa mencegah peradangan otak.

Kedua, semua tikus yang menjalani diet makanan olahan memperoleh jumlah berat badan yang  signifikan, dan tikus yang lebih tua bertambah lebih banyak secara signifikan daripada yang lebih muda. Dan sementara penambahan berat badan jelas berbeda dari demensia, ketika kelebihan berat badan berasal dari makan junk food, bukan membangun otot, itu juga merupakan masalah kesehatan.

Kunci agar memori tetap kuat dan sehat fisik-mental, kata Barrientos, adalah menjauhi makanan olahan dan karbohidrat olahan. 

“Masyarakat yang terbiasa melihat informasi gizi perlu memperhatikan serat dan kualitas karbohidrat. Studi ini benar-benar menunjukkan bahwa itu sangat penting,” jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement