Selasa 05 Jul 2022 17:30 WIB

BPJS Kesehatan Pertahankan Predikat WTM dalam Capaian Layanan 2021

Tahun ini merupakan predikat WTM kedelapan secara berturut-turut yang diraih BPJS

Red: Gita Amanda
Petugas melayani warga di loket BPJS Kesehatan, (ilustrasi).  BPJS Kesehatan mempertahankan predikat Wajar Tanpa Modifikasi (WTM) untuk laporan keuangan 2021.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Petugas melayani warga di loket BPJS Kesehatan, (ilustrasi). BPJS Kesehatan mempertahankan predikat Wajar Tanpa Modifikasi (WTM) untuk laporan keuangan 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan mempertahankan predikat Wajar Tanpa Modifikasi (WTM) untuk laporan keuangan 2021 dari akuntan publik berkat berbagai terobosan layanan yang dihadirkan di tengah Pandemi Covid-19.

"Tahun ini merupakan predikat WTM kedelapan secara berturut-turut yang diraih sejak BPJS Kesehatan beroperasi tahun 2014, dan predikat ke-30 sejak era PT Askes (Persero)," kata Dirut BPJS Kesehatan Ghufron Mukti dalam Public Expose Pengelolaan Program dan Keuangan BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (5/7/2022).

Baca Juga

Ghufron memaparkan posisi keuangan BPJS Kesehatan per 31 Desember 2021 serta kinerja keuangan dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia berdasarkan audit dari Kantor Akuntan Publik. Capaian Dana Jaminan Sosial (DJS) 2021 dinyatakan positif atau surplus.

Hal tersebut dibuktikan dari aset neto yang yang dimiliki hingga 2021 sebesar Rp 38,7 triliun. Posisi aset neto tersebut masuk dalam kategori sehat dan mampu memenuhi 5,15 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan.

Dengan capaian tersebut, BPJS Kesehatan berupaya untuk menciptakan inovasi, khususnya dari sisi finansial dan ekosistem digitalisasi sehingga dapat mempercepat peningkatan mutu layanan, kata Ghufron. Selain capaian WTM, sepanjang 2021 BPJS Kesehatan mengumpulkan kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 235,7 juta jiwa atau sekitar 86 persen dari total penduduk Indonesia hingga Januari 2022.

Seiring dengan jumlah pertumbuhan kepesertaan JKN, kata Ghufron, BPJS Kesehatan juga memperluas akses layanan di fasilitas kesehatan. Hingga akhir Desember 2021, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.608 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 2.810 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit.

Di masa Pandemi Covid-19, BPJS Kesehatan telah melakukan transformasi layanan secara digital dan pemanfaatan teknologi revolusi industri 4.0 yang bisa diakses hingga seluruh pelosok, di antaranya antrean online, dan layanan telekonsultasi hingga Pelayanan Administrasi melalui WhatsApp (PANDAWA).

Sampai akhir 2021, jumlah pemanfaatan pelayanan melalui PANDAWA mencapai 4,3 juta, terdiri atas layanan administrasi kepesertaan dan informasi layanan. Selain itu, sistem antrean online yang terkoneksi dengan Mobile JKN mencapai 21.066 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 1.433 rumah sakit.

Ghufron mengatakan hingga 31 Desember 2021, jumlah pemanfaatan pelayanan kesehatan terhadap kunjungan sakit dan kunjungan sehat sebanyak 392,9 juta kunjungan atau sebanyak 1,1 juta per hari, serta pemanfaatan skrining kesehatan selama 2021 sebanyak 2,2 juta skrining. Terkait aspek pengumpulan iuran, kata Ghufron, BPJS Kesehatan mencatat total penerimaan iuran hingga 31 Desember 2021 sebesar Rp143,3 triliun, lebih besar dari yang ditargetkan.

Penerimaan iuran tiap tahunnya cenderung meningkat. Ia mengatakan total penerimaan iuran pada 2020 sebesar Rp 139,8 triliun. Peningkatan jumlah pengumpulan iuran tersebut juga didukung dari jumlah kanal pembayaran yang tersebar di 696.569 titik yang terdiri atas kanal perbankan, nonperbankan hingga Kader JKN.

BPJS Kesehatan menggandeng sejumlah perbankan dalam menyediakan layanan supply infrastructure financing untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana FKTP BPJS Kesehatan. "Juga mengoptimalkan pemanfaatan fingerprint untuk penerbitan e-SEP, validasi klaim rumah sakit secara digital melalui e-VEDIKA, dan memperketat upaya pencegahan fraud di faskes," katanya.

Selain itu, pada 2021 BPJS Kesehatan mulai menerapkan mekanisme pemberian uang muka pelayanan kesehatan kepada rumah sakit dan klinik utama untuk memperlancar arus kas keuangan fasilitas kesehatan. Besaran uang muka tersebut disesuaikan dengan capaian indikator kepatuhan dan mutu layanan fasilitas kesehatan.

"Semakin baik layanan rumah sakit kepada peserta JKN, maka kesempatan mendapatkan uang muka akan semakin besar, hingga 60 persen," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement