Kamis 07 Jul 2022 12:35 WIB

Muslim Sunni dan Syiah Irak Beda Hari Rayakan Idul Adha

Dewan Wakaf Sunni menetapkan 9 Juli sebagai hari pertama Idul Adha.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Umat Muslim berkumpul untuk makan berbuka puasa umum gratis selama hari pertama Ramadhan di masjid syekh Abdul qader Gilani di Baghdad, Irak, Sabtu, 2 April 2022. Muslim Sunni dan Syiah Irak Beda Hari Rayakan Idul Adha
Foto: AP/Hadi Mizban
Umat Muslim berkumpul untuk makan berbuka puasa umum gratis selama hari pertama Ramadhan di masjid syekh Abdul qader Gilani di Baghdad, Irak, Sabtu, 2 April 2022. Muslim Sunni dan Syiah Irak Beda Hari Rayakan Idul Adha

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Muslim Syiah dan Sunni di Irak tidak berada di halaman yang sama dalam mengidentifikasi tanggal dua hari raya suci umat Islam, Idul Fitri dan Idul Adha. Sesuai ajaran Nabi Muhammad, penampakan bulan sabit baru yang terlihat dengan mata telanjang menandai bulan baru dan akhir dari bulan sebelumnya.

Dewan Wakaf Sunni telah mengidentifikasi 30 Juni sebagai hari pertama bulan Dzulhijjah dan 9 Juli sebagai hari pertama Idul Adha. Sementara itu, kantor Ayatollah Ali Al-Sistani, selaku otoritas keagamaan tertinggi bagi Muslim Syiah Irak, mengidentifikasi 10 Juli sebagai hari pertama Idul Adha.

Baca Juga

Di sisi lain, perbedaan penampakan bulan dan penghitungan bulan baru antara Sunni dan Syiah di Irak jauh di luar pertimbangan astronomis, bahkan sering dikaitkan dengan perbedaan pandangan politik.

"Saya pikir saat ini perbedaan tanggal mulai hari raya sepenuhnya didasarkan pada politik, dan itu untuk menunjukkan kekuatan agama. Sepanjang sejarah Islam, Sunni paling banyak berkuasa, sehingga Syiah mempertahankan kekuatan agama mereka sendiri dalam lembaga-lembaga keagamaan yang memiliki pandangan berbeda dari Sunni, untuk menggambarkan pengaruh mereka sendiri," kata seorang penulis Kurdi tentang topik-topik agama, Abdullah Reshawi, dikutip di The New Arab, Kamis (7/7/2022).

Kritik yang selalu muncul adalah penampakan bulan sabit baru oleh Syiah selalu sehari setelah Sunni. Hal ini disebut tidak logis dan menegaskan perbedaan itu politis. 

Cendekiawan Kurdi juga menegaskan perbedaan ini bisa "berbahaya". Menyatukan tanggal hari raya, tidak hanya di antara Syiah dan Sunni tetapi di antara semua Muslim di dunia, dinilai membutuhkan banyak usaha. “Hari raya dalam Islam seharusnya menjadi simbol persatuan. Jika simbol-simbol ini mengarah pada perpecahan, ini adalah kesalahan dan bagian dari keterbelakangan yang diderita umat Islam selama berabad-abad,” lanjutnya.

Seorang ulama Syiah di Sulaimaniyah mengungkapkan, dengan syarat anonim, bahwa melihat bulan sabit baru tidak memerlukan kepatuhan terhadap pandangan doktrin agama Syiah. Idul Adha atau Hari Raya Qurban dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia setelah dua bulan dan 10 hari dari Idul Fitri. Idul Adha ditandai dengan sholat berjamaah, mengunjungi tetangga dan kerabat, serta menyembelih ternak dan membagikan dagingnya kepada orang miskin.

Asal muasal tradisi Idul Adha bermula dari kisah ketika Nabi Ibrahim yang melihat dalam mimpinya bahwa Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelih putranya, Ismail. Kisah ini disebutkan dalam Alquran, kitab suci umat Islam.

Ketika Ibrahim hendak mengorbankan putranya, Malaikat Jibril diutus oleh Allah SWT dengan seekor domba jantan besar, untuk mengorbankan domba jantan itu sebagai gantinya.

https://english.alaraby.co.uk/news/iraqis-muslims-divided-when-celebrate-eid-al-adha

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement