REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kepala Program Pangan Dunia PBB David Beasley mengatakan, lonjakan harga makanan, bahan bakar, dan pupuk yang dipicu oleh perang di Ukraina mengancam akan mendorong negara-negara di seluruh dunia ke dalam kelaparan. Destabilisasi global, kelaparan, dan migrasi massal dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya bisa terjadi.
"Rekor 345 juta orang yang sangat lapar berbaris ke ambang kelaparan," kata Beasley.
Terjadi peningkatan 25 persen dari 276 juta pada awal 2022 sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari. Jumlahnya mencapai 135 juta sebelum pandemi Covid-19 pada awal 2020.
"Ada bahaya nyata, itu akan naik lebih tinggi dalam beberapa bulan ke depan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika kelompok ini dipecah, 50 juta orang yang mengejutkan di 45 negara hanya selangkah lagi dari kelaparan," ujar Beasley.
Beasley berbicara pada pertemuan tingkat tinggi PBB untuk merilis laporan terbaru tentang kelaparan global. Laporan ini disusun oleh Program Pangan Dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, Dana Anak-anak PBB, Organisasi Kesehatan Dunia, dan Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian.
Laporan berjudul 'Keadaan Ketahanan Pangan dan Gizi di Dunia,' mengatakan, kelaparan dunia meningkat pada 2021. Sekitar 2,3 miliar orang menghadapi kesulitan sedang atau berat untuk mendapatkan cukup makanan. Jumlah yang menghadapi kerawanan pangan parah meningkat menjadi sekitar 924 juta.
Prevalensi “kurang gizi” digunakan untuk mengukur kelaparan dan terus meningkat pada 2021. Laporan tersebut memperkirakan antara 702 juta hingga 828 juta orang menghadapi kelaparan tahun lalu.
Beasley mengatakan, dampak konflik di Ukraina pada ketersediaan pangan global dan ketahanan pangan. "Berarti jumlah orang yang kelaparan kronis di dunia kemungkinan sudah jauh lebih tinggi daripada 828 orang juta," katanya.
Sebelum perang, Ukraina dan Rusia bersama-sama menyumbang hampir sepertiga dari ekspor gandum dan jelai dunia serta setengah dari minyak bunga mataharinya. Sementara itu, Rusia dan sekutunya Belarus adalah produsen potas nomor dua dan tiga di dunia dalam pengiriman bahan utama pupuk.
Beasley pun menyerukan solusi politik mendesak dalam kemungkinan pengiriman gandum dan biji-bijian Ukraina masuk kembali ke pasar global. Dia juga mendesak pendanaan baru yang substansial untuk kelompok-kelompok kemanusiaan untuk menangani tingkat kelaparan yang meroket.
Pemerintah diminta melawan proteksionisme dan menjaga perdagangan tetap mengalir. Beasley pun meminta, investasi untuk membantu negara-negara termiskin melindungi diri dari kelaparan dan guncangan lainnya.
"Jika kita berhasil memasukkan jarum ini di masa lalu, perang di Ukraina tidak akan memiliki dampak global seperti bencana hari ini,” kata Beasley.