EPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un mengadakan konferensi yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Kamis (7/7/2022). Rapat digelar untuk memperkuat kepemimpinan "monolitik" Partai Pekerja Korea (WPK) yang berkuasa di seluruh masyarakat.
"Konferensi itu adalah yang pertama dari jenisnya dan bertujuan mewujudkan konsolidasi organisasi dan ideologis dari jajaran Partai dalam segala hal serta meningkatkan peran kepemimpinan partai," kata kantor berita negara KCNA pada Kamis.
Konferensi ini juga berfokus pada bagian Party Life Guidance (PLG), yang merupakan organisasi kuat yang memantau dan menjaga kesetiaan pejabat dan anggota di seluruh negeri. Menurut laporan 2019 oleh Komite Hak Asasi Manusia di Korea Utara (HRNK) yang berbasis di AS, bimbingan hidup partai bisa dibilang fungsi paling kritis dari WPK, yang merupakan partai pendiri dan penguasa Korut.
Sebagai bagian dari Organisasi dan Departemen Bimbingan yang kuat, PLG memantau tren dan pola perilaku individu, terutama yang dapat merugikan kepentingan pemimpin tertinggi. Tekniknya termasuk sesi kritik diri secara teratur, di mana peserta diminta untuk mengakui kesalahan mereka dan menghadapi tuduhan dari anggota lain.
Dalam sambutannya di konferensi tersebut, Kim menyebut pedoman hidup partai sebagai "pembuluh darah dan kelenjar saraf" yang secara tegas menghubungkan organisasi partai dengan komite pusat, dan poros utama penerapan ide dan kebijakan partai.
Kim semakin sering mengadakan acara yang bertujuan untuk memperkuat kontrol di negara yang telah dia pimpin sejak 2011. Para ahli mengatakan upaya anti-pandemi semakin membantu pemerintah otoriternya memberlakukan kontrol baru pada ekonomi, perjalanan, media, dan elemen masyarakat lainnya.
Menurut penyelidik hak asasi manusia, Korut telah melakukan pembunuhan di luar proses hukum, penghilangan paksa, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, kekerasan seksual dan kerja paksa. Namun Pemerintah Korut membantah telah menganiaya warganya.
Korut sedang bergulat dengan berbagai krisis, termasuk wabah COVID-19 yang pertama kali diakui, dampak ekonomi dari sanksi internasional dan peristiwa cuaca yang tidak menentu seperti suhu tinggi dan banjir. Dikatakan bahwa situasi COVID-19 telah terkendali, meskipun kurangnya data telah menyebabkan para ahli internasional meragukan klaim tersebut.