Sabtu 09 Jul 2022 09:46 WIB

Kasus Kekerasan Seksual, Pesantren Shiddiqiyyah Diharapkan Lakukan Pembenahan 

Anwar Abbas juga menyampaikan ketidaksetujuan dengan pencabutan izin pesantren.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas berharap, pengurus Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur melakukan pembenahan-pembenahan serius.
Foto: ANTARA/Syaiful Arif
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas berharap, pengurus Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur melakukan pembenahan-pembenahan serius.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas berharap, pengurus Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur melakukan pembenahan-pembenahan serius. Hal ini menyusul adanya dugaan tindakan kekerasan seksual yang oleh salah satu pengurus terhadap perempuan santrinya.

"Pihak pesantren diharapkan melakukan pembenahan-pembenahan yang serius sehingga peristiwa yang semacam itu tidak terulang kembali," kata dia, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (9/7/2022).

Baca Juga

Selain itu, dia pun mendorong pengurus Pesantren Shiddiqiyyah menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus tersebut kepada penegak hukum agar diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian, mereka dapat kembali memperoleh kepercayaan penuh dari masyarakat sebagai suatu lembaga pendidikan.

Abbas mengatakan, ia tetap mendukung aparat penegak hukum untuk memproses kasus tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Namun, ia menyampaikan ketidaksetujuan dengan pencabutan izin pesantren. 

"Saya tidak setuju dengan pencabutan izin dari pondok pesantren tersebut. Tapi, saya sangat setuju pelaku dari pelecehan seksual tersebut ditindak dan diproses sesuai dengan ketentuan hukum," kata dia, yang juga merupakan ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.

Pada Kamis (7/7/2022), Kementerian Agama juga telah mencabut izin operasional Pesantren Shiddiqiyyah karena dugaan kasus kekerasan seksual itu. "Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat," kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Waryono.

Waryono mengatakan, tindakan tegas itu diambil karena MSAT masuk dalam daftar pencarian orang polisi dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santriwati. Pengurus pondok pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.

Waryono menegaskan, pencabulan bukan hanya tindak kriminal yang melanggar hukum, melainkan pula perilaku yang dilarang ajaran agama. Ia juga mengatakan, Kementerian Agama akan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.

Pada Kamis malam, tersangka dugaan kasus pencabulan santriwati di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Moch Suchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi, akhirnya menyerahkan diri kepada polisi. Kepolisian Daerah Jawa Timur langsung menahan anak dari pengasuh pondok pesantren di Jombang itu. 

Mas Bechi sempat pula diduga dilindungi para santri pondok pesantren itu ketika polisi berupaya melakukan penangkapan. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, Jumat (8/7/2022), MSAT terancam hukuman 12 tahun penjara. Ia disangka melanggar pasal 285 KUHP dan pasal 294 ayat (2) kedua huruf e KUHP karena diduga melakukan kejahatan seksual terhadap empat orang santriwati di pesantren asuhannya tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement