Rabu 25 Sep 2019 13:19 WIB

Benarkah Materi Perang Buat Anak Jadi Intoleran?

Materi perang sepatutnya ada cuma penjelasan tentangnya harus sesuai syariat

Siswa sedang melaksanakan Shalat berjamaah (ilustrasi)
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Siswa sedang melaksanakan Shalat berjamaah (ilustrasi)

Mulai tahun 2020, Kementrian Agama (Kemenag) berencana akan menghapus materi perang pada pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di tingkat madrasah ibtidaiyah hingga aliyah. Penghilangan materi perang ini untuk menghapus pandangan orang-orang yang selalu mengaitkan Islam dengan perang, juga untuk mendidik siswa agar mempunyai sikap toleran yang tinggi kepada pemeluk agama lain.

Dengan kata lain materi perang telah menghasilkan peserta didik yang intoleran. Benarkah alasan Kemenag tersebut? Jawabannya, jelas tidak benar.

Perang atau jihad adalah ajaran Islam, ada perintahnya dalam Alquran dan Rasulullah saw. pun melaksanakan. Maka menghilangkan materi perang sama artinya dengan menghapus sebagian isi Alquran dan menentang apa yang pernah dicontohkan Rasulullah saw. dan para sahabatnya.

Materi perang tidak perlu dihilangkan dari materi pelajaran SKI, bahkan harus tetap ada. Yang diperlukan adalah penjelasan tentang jihad yang sesuai syariat. Jihad adalah ajaran Islam yang pelaksanaannya tetap harus dilaksanakan sesuai syariat, bukan diamalkan sesuka hati.

Dan itu pula yang menjadi target dalam pelajaran selama ini. Tidak ada sama sekali dalam pelajaran yang diajarkan, siswa langsung diminta untuk praktik perang, yang ada adalah siswa mengetahui hikmah dan pelajaran dari perang Nabi, dan ini malah akan membuat siswa semakin bijak, tidak serampangan mengamalkan ajaran agama.

Maka ini juga menjawab alasan bahwa materi perang akan memunculkan sikap intoleran pada siswa. Alasan ini pun mudah dibantah, fakta di lapangan sikap intoleran malah ditunjukkan oleh orang-orang yang belum tentu mengenyam pendidikan di madrasah. Pelaku intoleran malah didominasi oleh orang-orang liberal yang berkiblat pada Barat. 

Terjawab sudah, bahwa alasan penghilangan materi perang adalah alasan yang dibuat-buat. Maka umat Islam perlu mewaspadai alasan sebenarnya di balik usulan penghapusan materi perang.

Dan lagi-lagi jelas terlihat, ini adalah salah satu upaya untuk semakin menggencarkan islamophobia, upaya untuk membuat masyarakat semakin takut, menjauhi dan akhirnya memusuhi ajaran Islam. Apalagi atas nama deradekalisasi, ajaran Islam semakin dikebiri.

Oleh karena itu, umat Islam wajib menolak rencana Kemenag menghapus materi perang dalam pelajaran SKI. Islam bukan agama prasmanan yang bisa diambil dan ditinggalkan sebagian sesuka hati. Islam harus disampaikan secara menyeluruh, termasuk di antaranya tentang perang.

Memang menjadi kewajiban bersama untuk mengkaji dan menyampaikan Islam kaffah bukan Islam yang setengah-setengah, sehingga yang terwujud pun pemahaman yang kaffah. Dengan demikian tidak akan muncul persepsi salah pada ajaran Islam karena adanya distorsi pemahaman akibat informasi yang tak utuh. Umat tidak boleh membiarkan langkah Kemenag ini direalisasikan.

Karena ini adalah bagian dari deislamisasi, yang jelas bertujuan untuk membuat umat Islam tetap pada taraf berpikir rendah sehingga semakin mudah untuk dijadikan bulan-bulanan. Maka gelar umat terbaik karena berpegang teguh pada Alquran dan Sunah pun akan semakin sulit terwujud.

Inilah tujuan utamanya, menghadang kebangkitan umat Islam. Wallahu a’lam.

Pengirim: Nur Aini, Guru MI, Pare Kediri Jawa Timur

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement