REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melakukan bimbingan Agama Islam kepada kelompok anak di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Penyuluh Agama Islam Kantor Kementerian Agama Kota Bitung Eva Duda, di Bitung, Rabu, melaksanakan kegiatan bimbingan penyuluhan pada Kelompok Binaan Anak di Rumah Qur'an Abulyatama, Kompleks Masjid Al-Muttaqien Girian Weru Satu Bitung.
Dalam kegiatan tersebut, Eva mengajarkan Iqro, Al Quran, serta hafalan doa-doa sehari-hari kepada anak-anak yang menjadi kelompok binaannya.
Sebanyak 15 orang anak mengikuti pengajaran yang diberikan oleh Penyuluh Agama Islam yang sehari-hari menjalankan tugas di Seksi Bimas Islam Kantor Kemenag Kota Bitung ini.
Kiat Penyuluhan di Rumah Qur'an secara rutin dijalankan secara rutin, dan telah menjadi bagian dalam program kepenyuluhannya.
"Berharap anak-anak akan tumbuh dengan nilai-nilai agama, guna menghadapi dunia yang semakin penuh dengan tawaran yang menggiurkan tapi tidak sejalan dengan ajaran agama," katanya.
Merupakan tantangan besar, katanya, sehingga Kemenag hadir memberikan penyuluhan dan bimbingan tentang ajaran agama secara tepat sejak usia dini, sehingga mengakar dan menjadi pedoman dalam menjalankan kehidupan.
Sejak masa awal Islam, isu pendidikan telah menjadi prioritas utama umat Muslim. Kata pertama dalam Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah “Baca”.
Selain itu, Rasulullah SAW pernah bersabda, “menuntut ilmu itu wajib bagi seluruh umat Islam.” Dengan perintah langsung untuk pergi keluar dan mencari ilmu, umat Islam memberikan penekanan besar pada sistem pendidikan untuk memenuhi kewajiban yang diberikan oleh Nabi SAW.
Sepanjang sejarah Islam, pendidikan telah menjadi kebanggaan dan bidang yang selalu diunggulkan umat Islam. Muslim berduyun-duyun membangun perpustakaan besar dan pusat pembelajaran di beberapa tempat, seperti Baghdad, Cordoba dan Kairo.
Mereka mendirikan sekolah dasar pertama untuk anak-anak hingga universitas untuk melanjutkan pendidikan. Kemajuan ilmu pengetahuan diraih dengan pesat melalui institusi-institusi tersebut, sehingga mengarah pada dunia modern saat ini.
Di zaman ini, pendidikan anak tidak lagi terbatas pada informasi dan fakta yang diharapkan dapat mereka pelajari. Sebaliknya, pendidik juga harus mempertimbangkan kesejahteraan emosional, sosial dan fisik siswa. Pendidikan Islam pada abad pertengahan juga demikian.
Cendekiawan Suriah pada abad ke-12, al-Shayzari, banyak menulis tentang perlakuan terhadap siswa. Ia menekankan bahwa para pelajar ini tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak menguntungkan mereka sama sekali.