Jumat 15 Jul 2022 10:54 WIB

Peneliti Duga Ada Unsur Suap, Minta KPK Usut Proses Pembentukan DOB Papua

Usman Hamid menyesalkan adanya suap dan kejanggalan dalam pembentukan DOB Papua.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Erik Purnama Putra
Bupati Merauke, Romanus Mbaraka.
Foto: Ist
Bupati Merauke, Romanus Mbaraka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Lembaga kajian demokrasi dan aktivisme masyarakat Public Virtue Research Institute (PVRI) mendapat terdapat unsur suap dalam proses pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di Papua. Peneliti PVRI Mohamad Hikari Ersada minta Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan suap dalam kebijakan pembentukan DOB Papua.

Dugaan itu didasarkan kepada ucapan Bupati Merauke Romanus Mbaraka dalam pidatonya saat ucapan syukur penetapan DOB Provinsi Papua Selatan di Kabupaten Merauke, Papua, Senin (10/7/2022). "Kami meminta aparat hukum supaya mendalami peryataan publik yang dilontakan oleh Bupati Merauke Romanus Mbraka," kata Hikari di Jakrta, Kamis (14/7/2022).

Baca: Pangdam Kasuari: Kita Tunjukkan Sampai ke Lubang Tikus, TNI-Polri Ada Untuk Negara

Menurut Hikari, dugaan suap yang diberikan kepada anggota DPR dalam rangka merivisi UU Otsus adalah cara-cara yang membuat Papua hancur. Dia menyebut, Romanus sepertinya ingin mengatakan, ia telah menyuap anggota DPR agar mengubah pasal dalam UU.

"Ini pelanggaran hukum yang berat. Pernyataan tersebut dengan jelas menyebutkan beberapa nama anggota DPR RI dan indikasi suap dalam skema perubahan UU Otsus Papua guna memuluskan langkah pembentukan DOB," ujar Hikari.

Ketua Dewan Pengurus Public Virtue Usman Hamid menyesalkan adanya suap dan kejanggalan lainnya. Menurut dia, apabila kabar itu benar maka proses pembentukan DOB merampas hak parisipasi orang asli Papua. Bukti video Bupati Merauke Romanus Mbraka yang berdurasi dua menit 29 detik telah beredar luas di media sosial.

Baca: Bertemu Ketua MRP-PB, Pangdam Kasuari Ingin Bantu Pembangunan Papua Barat

Dalam video itu, kata Usman, Romanus bersama dengan DPR jelas secara janggal berupaya untuk melakukan revisi terhadap otonomi khusus Papua. Sehingga menyerahkan kendali kekuasaan ke Jakarta. Menurut dia, itu juga menegaskan adanya praktik pengelolaan kekuasaan yang sentralistis, meminggirkan aspirasi representasi kultural orang asli Papua (OAP).

"Video ini juga menunjukkan bagaimana peminggiran suara terhadap Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua hingga akar rumput di Papua terjadi secara terstruktur," terang Usman.

Dalam video yang beredar tersebut, Romanus mengeklaim telah memberikan sejumlah uang dengan nilai besar kepada beberapa anggota DPR. Pemberian uang itu guna menciptakan skema perubahan otsus dan penarikan kewenangan ke pusat untuk meloloskan Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru.

Romanus juga menyebutkan beberapa nama anggota dewan, seperti Yan Permenas Mandenas dari Partai Gerindra dan Komarudin Watubun dari PDIP. Ia juga mengatakan jika dirinya menyebutkan angka dari biaya bayaran tersebut, pasti akan ditangkap oleh KPK.

Baca: Lini Masa Ramai Bahas Tender BRIN Terkait Renovasi Ruang Kerja Mewah Megawati

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement