Jumat 15 Jul 2022 23:58 WIB

Legislator Dukung Pemerintah Sikapi Tegas Pelanggaran Malaysia Kesepakatan PMI  

Moratorium pengiriman PMI ke Malaysia dinilai langkah yang tepat

Rep: Amri Amrullah / Red: Nashih Nashrullah
Ribuan pekerja migran Indonesia(PMI) memadati kantor Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia (ilustrasi).
Foto: Antara/Aulia Badar
Ribuan pekerja migran Indonesia(PMI) memadati kantor Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mendukung kebijakan pemerintah yang bersikap tegas kepada Malaysia terkait pelanggaran kesepakatan tenaga kerja Indonesia (TKI) atau kini lebih dikenal dengan pekerja migran Indonesia (PMI). DPR pun mendukung bila moratorium pengiriman PMI ke Malaysia diberlakukan kembali.

Apalagi, alasan yang disampaikan pemerintah didasarkan pada aspek perlindungan terhadap PMI. Dalam hal ini, Saleh menekankan ada kesepakatan (Memorandum of Understanding/MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia yang tidak dilaksanakan secara konsisten. Hal itu dinilai berpotensi merugikan PMI.

Baca Juga

"Kan sudah ada MoU. Dalam penilaian saya itu sangat kuat. Sebab, ditandatangani di depan presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia. Mestinya, sejak ada penandatanganan MoU itu, proses penempatan PMI sudah tidak lagi pakai cara lama. Harus lebih teradministrasi dan terpantau secara baik. Dengan begitu, kondisi seluruh PMI yang ada di Malaysia dapat dipastikan kenyamanan dan keamanannya," ujar Saleh dalam keterangannya, Jumat (15/7/2022).

Namun demikian, terkait kebijakan ini, ada beberapa hal yang menurut Saleh harus diperhatikan pemerintah. Pertama, pemerintah diminta untuk memastikan tidak ada pengiriman PMI secara ilegal dan non-prosedural ke Malaysia. Sebab moratorium seperti ini kan sudah dilakukan ke negara-negara Timur Tengah. Faktanya, PMI tetap berangkat secara informal dan non-prosedural.

"Saya mendapat informasi, jumlahnya sangat banyak, artinya, moratorium itu tidak memperbaiki keadaan sebagaimana yang diinginkan. Justru, ada masalah baru dimana perlindungan PMI semakin tidak tertangani karena tidak terpantau," tegasnya.

Jangan sampai, tambah Saleh, keputusan moratorium ini membuat PMI berangkat tanpa melalui jalur formal. Ini dinilai akan menyulitkan, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Karena yang pergi secara non-prosedural, pasti akan tetap sembunyi. Sembunyi ketika berangkat. Dan sembunyi setelah sampai di tempat kerja.

"Nah, jika nanti ada masalah, barulah pemerintah kesulitan. Kan banyak yang bermasalah juga. Mulai dari jam kerja, gaji, kekerasan, dan lain-lain. Tentu pemerintah akan mengupayakan perlindungannya. Tetapi pasti akan sulit dan rumit karena sejak awal sudah berangkat tidak sesuai dengan jalur yang semestinya," imbuhnya.

Kedua, lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut, pemerintah diminta untuk menyiapkan lapangan pekerjaan alternatif di dalam negeri. Sebab, mereka yang ingin bekerja di luar negeri, sebagian besarnya karena kesulitan mencari pekerjaan di daerahnya. Hal tersebut menurutnya harus dipikirkan oleh Pemerintah, agar para pekerja di Indonesia tidak menganggur.

Ketiga, pemerintah harus meningkatkan pelaksanaan pelatihan kerja. Pelatihan kerja dimaksudkan agar para pekerja kita memiliki keahlian. Sehingga, jika harus pergi ke luar negeri, pekerjaan yang ditargetkan adalah pekerjaan formal. Dan sedapat mungkin harus dihindari pengiriman PMI informal yang bekerja pada bidang domestik.

"Ini hanya bisa dilakukan jika para PMI kita memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang mumpuni," ungkap legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatra Utara II itu. 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement