REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO – Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengomentari sanksi berlapis yang dijatuhkan Barat ke Rusia. Menurutnya, deretan sanksi itu tidak akan membuat Moskow tunduk dan patuh. Sementara di sisi lain, dampak dari sanksi tersebut membuat negara-negara dunia ketiga menderita.
“Apakah menurut Anda sanksi akan membantu? Ia hanya akan melambungkan harga naik. Mari kita lihat sanksi yang dikenakan dan tanyakan pada diri sendiri apakah ini perlu. Sanksi tidak akan membuat Rusia bertekuk lutut, tetapi membuat dunia ketiga bertekuk lutut," kata Wickremesinghe dalam diskusi panel internasional tentang pencegahan kelaparan yang disiarkan stasiun televisi India Doordarshan, Senin (18/7/2022).
Wickremesinghe mengungkapkan, Sri Lanka merupakan salah satu negara yang turut merasakan dampak dari sanksi Barat. Negara yang sedang dilanda krisis ekonomi akut itu kesulitan memperoleh produk makanan.
“Masalah kami di Sri Lanka, sebagian dibuat sendiri dan sebagian karena krisis global. Krisis global dan krisis internal keduanya telah bersatu serta membawa kami ke tingkat di mana banyak orang memperkirakan enam juta orang menghadapi kekurangan gizi,” ucapnya.
Menurut dia, sanksi anti-Rusia dan peperangan di Ukraina telah memicu krisis pangan serta bahan bakar global. Saat ini Wickremesinghe turut menjabat sebagai pelaksana tugas presiden Sri Lanka.
Posisi itu dilimpahkan padanya setelah Gotabaya Rajapaksa resmi mengundurkan diri sebagai presiden Sri Lanka pada 14 Juli lalu. Rakyat di sana sudah berdemonstrasi sejak Maret lalu menuntut pengunduran diri Gotabaya.
Dalam waktu dekat, parlemen Sri Lanka akan memilih presiden baru. Prosesnya diharapkan bisa rampung pekan ini. Pekan lalu Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan pembicaraan tentang restrukturisasi utang dengan Sri Lanka akan dilanjutkan. Proses bakal dimulai kembali saat negara tersebut memiliki pemerintahan baru.
“Tentu saja kami sangat khawatir tentang rakyat Sri Lanka dan kami berharap akan ada kebijaksanaan untuk datang dengan pemerintah yang berwenang untuk mengeluarkan negara tersebut dari krisis yang mengerikan ini,” ungkap Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam wawancara khusus dengan Bloomberg saat menghadiri pertemuan menteri keuangan negara anggota G20 di Bali, Sabtu (16/7/2022).
Dia menjelaskan, pembicaraan IMF dengan Sri Lanka akan cepat bergerak maju saat negara tersebut memiliki menteri keuangan baru. Sebab tim bank pembangunan Sri Lanka sudah menyelesaikan banyak negosiasi teknis.
“Kami telah melihat keseriusan yang dilakukan oleh penasihat utang Sri Lanka tentang apa yang diperlukan untuk mencapai resolusi itu (krisis),” ucapnya.
Menurut Georgieva, IMF telah menjangkau kreditur terbesar ke Sri Lanka guna memastikan komitmen mereka untuk terlibat sehingga resolusi dapat dicapai. “Akan lebih baik bagi para kreditur untuk melangkah maju, karena dengan demikian mereka memiliki kesempatan lebih baik bagi negara untuk pulih dan bagi mereka untuk mendapatkan lebih banyak uang mereka,” katanya.