Jumat 22 Jul 2022 20:57 WIB

Tepatkah Kenaikan Airport Tax Dilakukan Saat Ini? 

Kenaikan airport tax di kondisi saat ini dinilai tidak bijaksana.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Fuji Pratiwi
Warga Negara Asing (WNA) berjalan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (29/11/2021) (ilustrasi). PT Angkasa Pura (AP) I dan AP II melakukan kenaikan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC) di beberapa bandara yang dikelola. Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai kenaikan airport tax yang menyebabkan kenaikan harga tiket tersebut tidak bijaksana.
Foto: Antara/Fauzan
Warga Negara Asing (WNA) berjalan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (29/11/2021) (ilustrasi). PT Angkasa Pura (AP) I dan AP II melakukan kenaikan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC) di beberapa bandara yang dikelola. Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai kenaikan airport tax yang menyebabkan kenaikan harga tiket tersebut tidak bijaksana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Angkasa Pura (AP) I dan AP II melakukan kenaikan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC) di beberapa bandara yang dikelola. Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai kenaikan airport tax yang menyebabkan kenaikan harga tiket tersebut tidak bijaksana. 

"Pada kondisi sekarang ini, sepertinya kurang bijaksana kalau PJP2U dinaikkan karena tarif tiket pesawat sudah tinggi ditambah ada fuel surcharge," kata Gatot kepada Republika, Jumat (22/7/2022). 

Baca Juga

Dia menuturkan sebaiknya kenaikan PSC ditunda dulu sehingga jumlah penumpang pesawat tetap naik. Jika jumlah penumpang pesawat naik, lanjut Gatot, pendapatan PJP2U bandara otomatis juga akan naik.

"Nanti kalau tiket pesawat sudah berangsur turun, bolehlah PJP2U dinaikan," tutur Gatot. 

Jika saat ini tarif tiket baik dikarenakan ada penambahan fuel surcharge serta PSC, belum lagi ketentuan booster vaksin bagi penumpang maka dikhawatirkan jumlah penumpang pesawat akan turun. Jika hal tersebut terjadi, Gatot menilai yang akan mengalami kerugian yakni maskapai dan bandara. 

Dia menegaskan, jika alasan kenaikan PSC dikarenakan peningkatkan pelayanan seharusnya bisa ditunda dulu. "Pakai saja tingkat pelayanan yang saat ini, asal keselamatan dan keamanan terjamin tidak apa-apa. Kalau alasannya untuk pembangunan infrastruktur, ya itu bisa ditunda sampai situasi normal lagi," jelas Gatot. 

Sebelumnya, Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja menilai persetujuan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk kenaikan PSC untuk menjaga keberlanjutan bisnis bandara setelah terdampak pandemi Covid-19. Selain itu juga untuk menjaga standar keselamatan. 

"Dua tahun masa pandemi ini itu kan ekosistem penerbangan nasional termasuk bandara itu harus survive. Jadi untuk bisa recovery ada penyesuaian PSC. Istilahnya supaya mereka bisa survive," kata Denon. 

Dengan bisa survive, kata Denon, kondisi tersebut dapat membuat operator bandara mempertahankan standar keselamatan. Hal tersebut juga berkaitan dengan prosedur yang dimiliki sesuai masing-masing bandara. 

"Mereka (operator bandara) tidak memiliki pilihan untuk tidak melakukan itu (kenaikan tarif PSC). Kalau tidak mereka enggak bisa bertahan," ungkap Denon. 

Denon menuturkan, setiap bandara juga harus melakukan perawatan berkaitan dengan standar keselamatan. Jika standar keselamatan tidak dijaga, Denon menegaskan hal tersebut akan berisiko kepada operasional.

"Lebih urgent ke sana (standar keselamatan). Kalau risiko keselamatannya kurang kan nanti turun safety standard-nya industri. Ini untuk membantu mempertahankan safety standard mereka," ungkap Denon.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement