REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam dua dekade terakhir, muncul fenomena positif di tengah-tengah masyarakat Muslim. Kala itu, majelis-majelis taklim yang kerap menyuarakan maulid dan shalawat marak bertebaran memenuhi ruang publik.
Sosok almarhum Habib Munzir al-Musawa (1973-2013) menjadi tokoh sentral dalam berkembangnya fenomena maulid, terutama di kalangan remaja. Tak sedikit para remaja yang gemar bershalawat, hadir ke majelis-majelis, dan ikut dalam kegembiraan-ibadah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Dalam buku Kenalilah Akidahmu, Habib Munzir al-Musawa menjelaskan bahwa sifat manusia cenderung gemar dalam merayakan sesuatu yang membuat mereka gembira. Baik itu merayakan keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya. Namun sayangnya sikap merayakan itu kerap kali dilakukan dengan pesta yang diiringi dengan perbuatan negatif, seperti mabuk-mabukan, berjoget bersama, dan segala maksiat.
Dia menjelaskan, bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW itu terjadi. Mulanya, Allah merayakan hari kelahiran para nabi-Nya sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surah Maryam ayat 33, "(Isa berkata dari dalam perut ibunya) salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan.
Adapun Rasulullah SAW lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadis nomor 4177). Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah RA ibunda Nabi SAW ketika dia melahirkan Rasulullah. Dia (ibu Utsman) melihat bintang-bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan di atas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Ibunda Nabi SAW hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah.
Ketika Rasulullah SAW lahir ke muka bumi, beliau langsung bersujud atas rasa syu kurnya. Sedangkan berdasarkan riwayat shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi SAW saat melahirkan Nabi melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Romawi.