Rabu 27 Jul 2022 10:49 WIB

IDI Sebut Belum Ada Pengobatan Spesifik untuk Cacar Monyet, Kenali Cara Penularannya

Penularan cacar monyet bersifat zoonosis dan terjadi karena kontak erat.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Nora Azizah
Penularan cacar monyet bersifat zoonosis dan terjadi karena kontak erat.
Foto: CDC
Penularan cacar monyet bersifat zoonosis dan terjadi karena kontak erat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekan ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan status darurat untuk kasus cacar monyet. Meski masih belum terdeteksi di Indonesia, kasus cacar monyet atau monkeypox sudah ditemukan di Singapura.

Dr Adityo Susilo, SpPD, KPTI, FINASIM dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), mengatakan, penyakit cacar monyet sedianya adalah bersifat zoonosis yang penularan utamanya melalui kontak manusia dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada mukosa maupun kulit hewan yang terinfeksi. Di Afrika, kasus infeksi cacar monyet pada manusia yang pernah dilaporkan, berhubungan dengan riwayat kontak dengan hewan yang terinfeksi seperti monyet, tupai, tikus dan rodents lainnya. 

Baca Juga

Memakan daging hewan terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang juga dikatakan dapat menjadi metode penularan yang lainnya. Adapun penularan antar manusia, diduga dapat terjadi sebagai akibat dari kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung (direct close contact) melalui paparan terhadap sekresi saluran napas yang terinfeksi, kontak dengan lesi kulit pasien secara langsung, maupun berkontak dengan objek yang telah tercemar oleh cairan tubuh pasien.

"Selain itu, transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental (infeksi cacar monyet kongenital) juga dimungkinkan,” ujar dr Adityo Susilo dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (27/7/2022).

Periode inkubasi cacar monyet berkisar antara 5 sampai 21 hari dengan rerata 6 sampai 16 hari. Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen.

Dalam 1 sampai 3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh. Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Seiring waktu bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam 10 hari akan berubah menjadi koreng.

Dr Adityo, yang juga merupakan pengurus pusat Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia (PETRI) menerangkan hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi cacar monyet.

Ia kembali mengingatkan dengan ditemukannya kasus cacar monyet di Singapura, maka masyarakat juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus ini di Indonesia. Dan hal ini menjadi lebih penting terutama pada populasi khusus oleh karena risiko fatalitas cacar monyet ini dikatakan lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi).

Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), mengatakan, pemahaman yang baik terhadap infeksi cacar monyet dan kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa atau outbreak, menjadi modal utama dalam aspek pencegahan. Upaya untuk menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan yang dinilai paling efektif pada saat outbreak, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif guna melakukan karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.

Ia juga meminta tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala cacar monyet pada pasien agar segera melakukan tindak lanjut dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yakni metode pemeriksaan virus cacar monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut. Selain itu, segera laporkan ke dinas kesehatan setempat agar bisa segera dilakukan surveilans dan tindakan lebih lanjut lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement