Rabu 27 Jul 2022 14:04 WIB

Aptindo: Harga Gandum Dunia Sudah Masuk Level Tertinggi

Menurut OECD-FAO Agricultural Outlook 2022-2023 tren harga pangan dunia menurun.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Tanaman Gandum (ilustrasi)
Foto: pixnio
Tanaman Gandum (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga gandum dunia dinilai para produsen tepung terigu telah memasuki fase tertinggi. Hingga tahun depan, tren harga gandum diyakini akan stabil tinggi dan selanjutnya mulai mengalami penurunan. Asalkan, tidak terdapat bencana alam skala besar maupun konflik geopolitik yang lebih panas.

Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat, rata-rata harga gandum dunia hingga akhir kuartal II berada di kisaran 392,4 dolar AS per ton. Diprediksi, selama 12 bulan ke depan harga gandum akan berfluktuasi pada level 432,2 dolar AS per ton.

Baca Juga

"Mungkin ini adalah harga tertinggi sampai tahun depan. Diperkirakan saat ini sudah mencapai titik tertinggi, apakah akan turun? Masih naik turun saja di level-level itu," kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aprindo), Franciscus Welirang dalam Gambir Trade Talk, Rabu (27/7/2022).

Ia menuturkan, persoalan kenaikan harga pangan dunia yang berdampak pada inflasi sebetulnya bukan hanya disebabkan oleh konflik Rusia-Ukraina sejak Februari 2022. Pemicu yang paling utama adalah perubahan iklim yang sangat berbahaya.

Tahun 2021 lalu, Amerika Serikat dan Kanada sudah mengalami gagal panen gandum hingga 40 persen. Lantas, harga dunia mengalami lonjakan hingga 68 persen. Di satu sisi, pandemi Covid-19 turut berdampak pada persoalan krisis pangan dunia.

Aptindo pun mencatat, sepanjang tahun lalu total impor gandum Indonesia mencapai 11,4 juta ton. Namun, yang digunakan untuk industri makanan hanya sekitar 9 juta ton, sisanya hampir 2,4 juta ton digunakan oleh industri pakan ternak lantaran kekurangan pasokan jagung dalam negeri. Adapun volume impor gandum dari Ukraina sekitar 3 juta ton, namun tak seluruhhnya digunakan untuk industri makanan.

Kepala Badan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri, mengatakan, dalam situasi saat ini instrumen kebijakan yang ditempuh fokus pada kelancaran impor bahan baku. Pemerintah berupaya untuk menghilangkan berbagai hambatan tarif maupun non tarif yang bisa memperlambat pemasukan gandum.

Pemerintah telah membebaskan tarif bea masuk gandum dan kedelai. Kebijakan itu diharapkan dapat menekan harga pangan impor yang sedang mengalami kenaikan harga sekaligus memperlancar pemasukan hingga distribusi ke setiap industri.

Sementara itu, Food and Security Officer FAO Indonesia, Dewi Fatmaningrum, menambahkan, berdasarkan OECD-FAO Agricultural Outlook 2022-2023 akan terjadi tren penurunan harga komoditas pangan dunia.

Hanya saha ia menekankan, proyeksi itu bisa meleset karena akan banyak faktor yang mempengaruhi. Seperti misalnya pertumbuhan penduduk, maupun tingkat pendapatan masyarakat dunia ke depan.

"Memang 2022-2023 diproyeksi akan menurun harganya, cuma karena ini proyeksi kita belum tahu akan seperti apa keadaannya," katanya.

FAO telah membuat berbagai program mitigasi krisis pangan dunia. Mitigasi utama yang diperlukan, setiap negara harus membuka perdagangan dunia. Negara-negara yang saat ini menyetop ekspor komoditas pangannya diharap tetap membuka perdagangan.

Di sisi lain, setiap negara diminta untuk menghindari kebijakan yang terlalu reaktif jika terjadi sesuatu terhadap sektor pangan. Setiap pemerintah harus dapat melihat dampak kebijakan itu terhadap produsen maupun konsumen.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement