REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) menjatuhkan 8 usulan rekomendasi sanksi kepada 11 orang hakim. Sanksi ini diberikan karena 11 hakim itu terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada periode semester I-2022.
Adapun rincian hakim yang terbukti melanggar KEPPH, yaitu tujuh orang hakim dijatuhi sanksi ringan. Sementara satu orang hakim dijatuhi sanksi sedang, dan tiga orang hakim dijatuhi sanksi berat.
Usulan sanksi ringan berupa teguran tertulis dijatuhkan kepada tiga orang hakim, dan pernyataan tidak puas secara tertulis untuk empat orang hakim. Sementara, usulan sanksi sedang yaitu penundaan kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun dijatuhkan kepada satu orang hakim.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmito mengatakan, untuk sanksi berat, KY mengusulkan tiga orang hakim diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Tiga orang hakim itu direkomendasikan dijatuhi sanksi pemberhentian tetap, dengan tidak hormat.
"Pelanggaran KEPPH yang dilakukan berupa menikah siri dan memalsukan tanda tangan dalam surat pernyataan, serta menggunakan narkotika yang dilakukan dua orang hakim PN," katanya dalam keterangan tertulis KY, Kamis (28/7/2022).
Joko menjelaskan, pada semester I-2022 terdapat delapan register dari 136 register dengan hasil putusan terbukti. Dari delapan register yang terbukti tersebut, maka KY memberikan usul penjatuhan sanksi kepada 11 orang hakim, tiga diantaranya merupakan sanksi berat.
Namun, ada dua register dari delapan register yang dinyatakan terbukti dengan hasil tidak dijatuhi usul penjatuhan sanksi. Ini dikarenakan laporan tersebut sudah terlebih dahulu dijatuhi sanksi oleh BAWAS MA RI (Nebis In Idem) sejumlah dua orang.
"Hingga saat ini sejumlah enam register yang telah disampaikan ke MA belum memperoleh respons dan dua register lainnya yang merupakan Nebis In Idem dalam proses minutasi,” kata Joko.
Pelanggaran KEPPH didominasi karena bersikap tidak profesional berupa pelanggaran administratif dan pelanggaran hukum acara (6 orang); tidak menjaga martabat hakim (4 orang). Kemudian pelanggaran perilaku, seperti menggunakan narkotika, menikah siri dan memalsukan tanda tanda dalam surat pernyataan, menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi; dan tidak bersikap adil (1 orang), dan termasuk mengeluarkan perkataan yang berkesan memihak.
Penjatuhan sanksi yang disampaikan KY ke MA berdasarkan hasil pemeriksaan, sidang panel, dan sidang pleno oleh Anggota KY. Proses penanganan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap berbagai pihak termasuk pelapor dan saksi yang hasilnya berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP), serta pengumpulan bukti-bukti yang detail sebelum dilakukan pemeriksa terhadap hakim terlapor.
KY telah memanggil 184 orang untuk dilakukan pemeriksaan, di mana 128 orang terkait pemeriksaan terhadap berkas tunggakan dan 56 orang terkait pemeriksaan berkas tahun 2022. Namun demikian, tidak semua yang dipanggil hadir dalam pemeriksaan.
"Dari 128 orang yang dipanggil untuk berkas tunggakan hanya 85 orang yang hadir, sedangkan dari 56 orang terkait berkas tahun 2022 hanya 49 orang yang hadir dalam pemeriksaan,” ungkapnya.
Pemeriksaan dilakukan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menguji data atau bukti terkait dugaan pelanggaran KEPPH. Sedangkan pihak yang diperiksa terdiri atas pelapor, saksi, ahli dan/atau terlapor.
selanjutnya dilakukan sidang panel. Pada periode 3 Januari hingga 30 Juni 2022, dilakukan sidang panel terhadap 49 laporan. KY melanjutkan dengan sidang pleno untuk menentukan terbukti atau tidak terbukti melanggar KEPPH.
"KY melaksanakan sidang pleno terhadap 39 laporan, kemudian diputuskan bahwa 8 laporan terbukti melanggar dan 31 laporan tidak terbukti melanggar KEPPH. Dari 8 putusan sidang pleno tersebut, KY memberikan usulan sanksi terhadap 11 hakim, dan ada 3 hakim yang dikenai sanksi berat," paparnya.
Joko juga mengungkapkan, periode periode 3 Januari hingga 30 Juni 2022, KY telah menerima 208 permohonan pemantauan yang berasal dari 154 laporan masyarakat dan 54 pemantauan berdasarkan inisiatif KY. Di mana pemantauan persidangan adalah langkah pencegahan agar hakim tetap bersikap independen dan imparsial dalam memutus, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.
"Kebanyakan yang melakukan permohonan persidangan adalah orang pribadi atau kuasa hukum sebanyak 135 permohonan, 14 permohonan dari organisasi kemasyarakatan, dan 5 permohonan dari instansi pemerintah,” katanya.
Berdasarkan hasil analisis, maka terdapat 108 dapat dilakukan pemantauan, 56 tidak dapat dilakukan pemantauan, dan 44 masih dalam tahap analisis. Ada beberapa sebab permohonan tidak dapat dilakukan pemantauan.
"Ada yang bukan merupakan kewenangan KY, kemudian adapula perkara yang dimohonkan ternyata sudah diputus, dan tidak ada dugaan awal pelanggaran kode etik pedoman perilaku hakim," kata Joko.