REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Amri Amrullah, Mabruroh
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengonfirmasi bahwa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra akan mendaftarkan diri sebagai peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024 pada 8 Agustus mendatang. Kebersamaan ini menjadi penanda seriusnya upaya koalisi kedua partai menyongsong Pemilu 2024.
"Kami sudah berkoordinasi dengan KPU mendaftar pada tanggal 8 bulan 8, itu hari yang baik dan membawa energi kemenangan. Kami bareng Gerindra," ujar Sekretaris PKB, Muhammad Hasanuddin Wahid lewat pesan singkat, Selasa (2/8).
Adapun lima hari setelah pendaftaran di KPU, Partai Gerindra akan menggelar rapat pimpinan nasional (Rapimnas) pada 13 Agustus di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor. Forum tersebut rencananya juga menjadi tempat peresmian koalisi antara Partai Gerindra dan PKB.
"Ada agenda juga rencana deklarasi koalisi, sehingga pertemuan dengan pihak PKB kemarin itu juga sudah kesepakatan," ujar Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS), Agung Baskoro menilai, Gerindra dan PKB semakin serius berkoalisi menuju 2024. Ia memprediksi, keputusan resmi koalisi antarkeduanya akan terjadi sebelum perayaan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2022 atau setelah Rapimnas Gerindra yang digelar pada 13 Agustus 2022.
"Tentu realitas politik ini semakin membuat dinamika koalisi yang cair, semakin mengerucut, setelah sebelumnya Golkar, PAN, dan PPP resmi menggagas Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)," kata Agung, dalam keterangannya, Selasa (2/8/2022).
Menurut Agung, konstelasi koalisi politik sementara ini menyisakan pertanyaan krusial selanjutnya. Bagaimana kabar poros Gondangdia yang digagas Nasdem, Demokrat, dan PKS. Atau, Apakah PDIP jadi bergabung ke KIB?
Namun, terlepas dari konstelasi peluang koalisi partai politik lain, Agung menilai, prospek Koalisi Indonesia Raya yang digagas Gerindra dan PKB lebih menarik dibandingkan dengan koalisi lainnya. Karena, menurutnya, KIR akan lebih berani mengajukan nama Prabowo sebagai capres dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai cawapres.
Agung melihat, mengemukanya pasangan Prabowo-Cak Imin bisa menghadirkan tren presidensialisasi partai di tengah koalisi. Di mana, ketua umum atau orang kuat di partai (veto player) sebagai pemilik tiket, maju menjadi kandidat capres-cawapres atau minimal menentukan kader pilihannya maju ke arena pilpres.
"Jika sudah demikian bagaimana nasib Anies, Ganjar dan capres pilihan publik lainnya yang bukan ketua umum atau orang kuat di partai?" terangnya.
Agung mengungkapkan, tarikan antara aspirasi publik dan kepentingan elite soal pasangan capres-cawapres, menghadirkan dinamika politik di level partai maupun koalisi. Ini pula yang menjelaskan mengapa sampai sekarang baik PDIP, KIB, Poros Gondangdia mengulur waktu untuk menentukan capres-cawapresnya.
Padahal, nalar ini hanya tepat bagi PDIP yang memang sedari awal sudah memenuhi ambang batas pilpres (presidential threshold). "Sehingga KIB maupun Poros Gondangdia perlu bergegas sebagaimana KIR agar tak kehilangan momentum atau sekedar jadi pelengkap koalisi, karena masih banyak pekerjaan rumah setelah nama capres-cawapres diumumkan," paparnya.