REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL - Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeon memimpin pertemuan tanggap darurat pada Selasa (9/8/2022) untuk mengatasi banjir bandang imbas curah hujan terberat dalam 80 tahun. Tujuh orang dilaporkan tewas dan enam lainnya hilang akibat banjir di hampir seluruh Seoul dan sekitarnya.
Pertemuan digelar di ruang situasi bencana dan keselamatan kompleks pemerintahan di Seoul. Yoon dan pemerintahannya fokus pada pencegahan korban dan dengan cepat mengendalikan dan memulihkan daerah banjir.
Yoon dijadwalkan untuk melakukan perjalanan ke pusat kota Sejong untuk memimpin rapat Kabinet di sana, namun ia membatalkan rencana untuk mengawasi keadaan darurat banjir. Pada Senin, ia menginstruksikan pemerintah daerah dan otoritas kehutanan dan pemadam kebakaran membuat langkah-langkah untuk mengevakuasi penduduk dari daerah berisiko tinggi dan agar mencegah hilangnya nyawa.
Yoon juga memerintahkan badan-badan administrasi dan publik untuk menunda dimulainya hari kerja Selasa, mengingat waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan layanan angkutan umum di tengah hujan yang terus berlanjut. Hujan lebat mengguyur ibu kota dan daerah sekitarnya yang membanjiri rumah, kendaraan, gedung, dan stasiun kereta bawah tanah.
Markas Pusat Penanggulangan Bencana dan Keselamatan menaikkan peringatan krisis ke level tertinggi. Sementara Korea Meteorological Administration (KMA) mengeluarkan peringatan hujan lebat di seluruh ibu kota dan wilayah metropolitan berpenduduk 26 juta serta sebagian Provinsi Gangwon dan Chungcheong.
KMA memperkirakan hujan lebat di bagian tengah negara akan berlanjut setidaknya hingga Rabu. Menurut seorang pejabat di KMA, Korsel kerap mengalami hujan lebat di musim panas. Menurutnya, peningkatan curah hujan yang tajam dan seringnya hujan deras tidak dapat dijelaskan tanpa tren besar perubahan iklim.
"Fenomena ini terlihat lebih sering terjadi karena perubahan iklim yang mengakibatkan musim panas berkepanjangan," katanya berbicara tanpa menyebutkan nama.